Sabtu, 09 Juli 2011

PENYALAHGUNAAN HAK PREROGRATIF TERLALU BESAR


Kepala daerah, merupakan seseorang yang sangat berperan penting dalam pembangunan dan peningkatan kualitas suatu daerah. Melalui kepala daerah yang baik suatu daerah dapat berkembang pesat sesuai visi dan misi dan keinginan yang diharapkan warga masyarakat kepada beliau. System pemilihan kepala daerah yang berubah pasca era reformasi yaitu dengan melalui pemilihan langsung secara demokratis oleh rakyat setempat  menuntut perubahan yang signifikan yang harus dilakukan pemerintah disertai dengan tingkat tanggap dan kecerdasan masyarakat akan suatu system pemerintahan daerah.
Berbagai janji masa kampanye, dan adanya tim-tim sukses yang menyokong kepala daerah tersebut dan adanya kepentingan tertentu oleh beberapa pihak yang harus dipenuhi oleh kepala daerah, setelah terpilih tidak dipungkiri sudah marak terjadi dalam era demokrasi saat ini.
Di kota jambi, setelah pemilihan langsung pada tahun 2008, terpilihlah kepala daerah yang akan menyambung estafet perkembangan pemerintahan kota jambi untuk kedepannya. Ialah dr Bambang Priyanto dan Sum Indra yang terpilih sebagai Walikota dan Wakil Walikota Jambi periode 2008-2013. Terbentuknya visi dan misi yang menjanjikan dari mereka makin meyakinkan masyarakat jambi bahwa apa yang mereka pilih tidak salah, namun anggapan itu berlangsung hanya beberapa bulan pasca terpilihnya sang kepala daerah.
Beberapa waktu berselang, dipicu oleh hubungan yang kurang harmonis antara wakil walikota dan walikota,  maka rakyat kirang simpatik dengan pasangan kepala daerah ini, ditambah lagi dengan beberapa kebijakan yang dianggap tidak tepat, tidak sesuai sasaran, dan yang paling menghebohkan adanya penyalahgunaan hak prerogratif yang terlalu besar yang dimiliki oleh walikota jambi.
Menyorot mengenai hak prerogratif yang terlalu besar, terkait dengan kebijakan yang tidak tepat sasaran. Dilakukanya perombakan beberapa pejabat yang memiliki posisi tertinggi di masing-masing instansi. Dimulai dengan pemecatan sejumlah camat di dalam ruang lingkup kota jambi, yang merupakan dilakukan dalam seratus hari pasca terpilihnya beliau. Adapun camat-camat yang merasa dirugikan dan di untungkan tersebut adalah :
1.      Camat Kota Baru, Mukhlis A Muis menggantikan Duria Sunita,
2.      Camat Pasar Jambi Safrizal Badar menggantikan Robinson,
3.      Camat Jambi Timur M Nasir menggantikan Azhari.
4.      Camat Telanai Pura Zainuddin menggantikan H. Zakaria,
5.      Camat Jambi Selatan Tazuddin menggantikan Sabriyanto,
6.      Camat Jelutung Efendi menggantikan Rekan Budiman,
7.      Camat Pelayangan Abdullah menggantikan M. Mawawi, dan
8.      Camat Danau Teluk Hj. Rts Maryani menggantikan M. Hefni

Setalah itu memberhentikan 27 kepala sekolah dalam Kota Jambi. Namun penggantian kepala sekolah itu batal karena berbuntut aksi siswa sekolah dan pihak kepala sekolah itu sendiri.
Kemudian mengangkat dua pejabat eselon II di lingkungan Pemerintahan Kota Jambi tanpa melalui persetujuan Gubernur Jambi, H Zulkifli Nurdin. Partai Koalisi (PAN, PPP, PKB, PKPB dan PBB) menuding dr Bambang Priyanto melakukan penyalahgunaan kekuasaan dan sikap sewenang-wenang yang di sertai dengan nepotisme karena telah mengangkat dan memecat beberapa pejabat eselon II dilingkungan Jambi, tanpa prosedural, yakni :
·         Drs Ec Marjani sebagai Kepala Dinas Pendapatan Daerah Kota Jambi
·         M Sitanggang sebagai Staf Ahli Walikota Jambi Bidang Pembangunan,
·         M Ichsan,
·         Syihabuddin,
·         Jumisar,
·         Zulkifli Yus,
·         Hafni Ilyas
·         Jaharudin, dan
Selain itu terdapat juga tindakan yang sangat mencoreng nama sang walikota. Karena terdapat beberapa pihak yang dirugikan atu dipecat dengan alasan yang kurang tepat, sebagai berikut :
·         Memecat Ir Sidiq Yulianto yang notabene baru 1,5 tahun menjabat sebagai kepala dinas Pekerjaan Umum Kota Jambi digantikan dengan Ir Syaiful Z.
·         Mengganti Atmajaya sebagai Kasat Pol PP Kota Jambi  diganti dengan Sabriyanto

Serangkaian tindakan dari walikota jambi tersebut termasuk kedalam patologi birokrasi, dimana ketika seseorang memiliki jabatan secara structural di tingkat daerah dan terdapat hak untuk mengatur tata kelola pemerintahan daerah hingga kepada jabatan-jabatan  yang ada pada instansi pemerintahan tingkat daerah, seorang yang memiliki kuasa sebagai orang nomor satu tingkat kota tersebut, melakukan hal-hal yang diinginkannya tanpa mempertimbangkannya dan mendiskusikannya dengan pihak yang terkait akan hal itu.
Hal ini tak lepas dari latar belakang beliau yang notabene adalah seorang dokter, secara logika pengalaman beliau dalam mengelola suatu organisasi terlebih pada organisasi dalam ruang lingkup yang lebih besar seperti pemerintahan daerah, yaitu belum begitu memahami apa itu manajemen public, dan  kebijakan public, serta berbagai ilmu lain yang terkait dengan system pemerintahan. Seharusnya jika terdapat seorang kepala daerah yang kurang memiliki pengalaman dan kemampuan khusus mengenai hal tersebut, diwajibkan kepadanya untuk belajar lagi secara lebih mendalam mengenai pemerintahan, dan tentunya dengan pengawasan oleh lembaga legislative tingkat daerah.
Kalau boleh diingatkan, tak semestinya gonta ganti pejabat itu terus dilakukan. Sebab, selain menghambat roda pemerintahan yang akhirnya berdampak buruk terhadap masyarakat. Juga gonta ganti pejabat itu artinya tanpa disadari telah melibatkan PNS ke alam politik praktis. Ini yang kurang baik. Namun kita sama-sama berharap bahwa agar perlakuan walikota ini dapat berhenti dengan cara memberi masukan yang rasional dan menyadarkan bahwa hal itu akan berdampak buruk terhadap roda pemerintahan, dan harus terlepas dari pengaruh individu yang mungkin ingin mendapatkan keuntungan terhadap kekuasaan beliau.
Referensi :
Wawancara kepada salah satu staff dinas PU Kota Jambi, Bapak Zulhasni SE


Tidak ada komentar:

Posting Komentar