Sabtu, 09 Juli 2011

Keterkaitan Kultur Terhadap Paradigma Administrasi Negara



1.1 Latar Belakang
Administrasi Negara dikatakan sebagai zona abu-abu, yang berarti tidak memiliki teori yang benar-benar khusus membicarakan tentang administrasi Negara itu sendiri. Administrasi Negara telah meminjam teori dari ilmu lain, sebagai contoh teori manajemen, teori ilmu politik, ilmu hukum, dan ilmu pemerintahan. Dikatakan bahwa semakin anda memahami tentang administrasi Negara dan semakin ingin mengetahui lebih dalam tentang ilmu ini, maka kebingungangan lah yang akan diidapatkan.
            Persoalan menganai kata Negara yang ada pada Administrasi Negara dan, kata public yang ada pada administrasi public, masih belum dapat disimpulkan oleh para pakar. Public yang dikatakan lebih meluas dibandingkan Negara, dijadikan nama yang baik bagi perguruan-perguruan tinggi terkemuka di Indonesia. Namun apakah isi pembelajaran dari keduanya berbeda ?, pada dasarnya sama saja, sama-sama membicarakan tentang penyelenggaraan negara, dan bagaimana proses Negara itu berlangsung yang akan menimbulkan pemikiran-pemikiran kebijakan yang nantinya akan dikelola dengan system manajemen yang professional pada saat penerapannya.
            Belum lagi sosialisasi tentang pergeseran pemahaman makna administrasi yang tadinya surat-menyurat  dan telah bergeser menjadi penyelenggaraan dan tata kelola dalam hal administrasi negara yang masih belum sepenuhnya diketahui oleh kalangan masyarakat.
            Maka dari itu untuk meluruskan semua tentang adminitrasi Negara diperlukan pengkajian mengenai paradigma-paradigma yang ada didalamnya. Serta kaitannya dengan kultur local dan barat. Dalam hal ini yaitu paradigma dari masa ke masa dan yang diyakini oleh suatu Negara untuk dapat diterapkan ke lingkungan pemerintahan masing-masing, adapun paradigma tersebut adalah :
1.      OPA (Old Public Administration)
2.      NPM (New Public Management)
3.      NPS (New Public Service)
4.      Sound Governance
Ditengah kedilemaan pemerintah mengenai penyelenggaraan pemerintahan daerah, tampaknya pemerintah membutuhkan alternative cara untuk dapat diterapkan dalam pemerintahan daerah itu sendiri, di tengah era desentralisasi saat ini. Terdapat paradigma-paradigma Adminstrasi Negara, mulai dari Old Publik Administration, New Publik Management, New Publik Service, hingga yang sedang marak dibincangkan saat ini Sound Governance. Pada dasarnya paradigma-paradigma diatas berisikan substansi yang berbeda dengan tujuan yang sama. Sebagai contoh yang ada pada New Public Management dengan Reinventing Government nya. Kita dapat melihat hal itu dari berbagai perspektif cara pandang yang berbeda.
Kultur lokal dan kultur barat jelas perbedaanya, tidak hanya jika dilihat dari sisi kehidupan masyarakatnya, dari cara pandang, berpikir kepercayaan, serta keterkaitannya yang pas dengan budaya pendahulu mereka, namun dalam system penyelenggraan Negarapun pastinya memiliki orientasi dan visi-misi yang berbeda pada dasarnya.
Kultur local belum dapat menetapkan paradigma penyelengaraan Negara, maka masih mengadopsi paradigma hasil pemikiran kultur barat. Sementara kecocokan dan keterkaitannya antara masing-masing paradigma belum tentu dapat dikategorikan cocok.  Atas alasan diatas, maka penulis mengangkat judul pada makalah ini yaitu : “Keterkaitan Kultur Terhadap Paradigma Administrasi Negara”.
1.2 Rumusan masalah
Bagaimana keterkaitan kultur yang ada pada suatu Negara terhadap penerapan paradigma administrasi Negara ?
1.3 Tujuan penulisan
Adapun tujuan dari penulisan ini yakni agar dapat mendeskripsikan secara meluas mengenai keterkaitan kultur baik itu local ataupun barat dengan paradigma administrasi Negara.
1.4 Landasan teori
Torben Beck Jorgensen (dalam Kooiman, ed 1993: 220-222), mengungkapkan bahwa terdapat tipologi kepemerintahan yang dapat dibagi ke dalam 4 kategori, yaitu :
1.      The Hierarchial State (Pola Negara Hierarki)
2.      The Autonomous State (Pola Negara Otonom)
3.      The Negotiating state (Pola Negara Negosiasi),
4.      The Responsive State (Pola Negara Responsif) yang terdiri dari 3 varian yaitu The Supermarket State (Negara Supermarket), The Service State (Negara Pelayanan), The Self-Governing State (Negara Berkepemeritahan Mandiri
Kepemerintahan memiliki kecenderungan menyesuaikan dengan perkembangan dinamika, kompleksitas, dan keragaman interaksi social-politik pemerintah dengan masyarakat itu sendiri.
PEMBAHASAN
            Sebelum mengurai lebih dalam dan secara spesifik, pemahaman mengenai kultur yang dianggap sangat penting dalam keterkaitannya dengan system pemerintahan yang dalam hal ini terdapat dalam substansial paradigma, kultur merupakan suatu kekuatan social yang tidak tampak, yang dapat menggerakkan masyarakat dalam melakukan aktivitasnya, serta hal yang dapat dipercayai oleh masyarakat tersebut tentang suatu hal yang erat kaitannya dengan kehidupan sehari-hari.
            Terdapat 2 kultur, yaitu kultur local dan kultur barat, klutur local dimana merupakan segala hal yang dipercayai oleh masyarakat local dalam berinteraksi maupun berkegiatan social, khususnya di Negara Indonesia, sedangkan kultur barat sebagaimana yang telah pada latar belakang yaiatu segala hal yang ada pada budaya luar yang dijadikan cara dan dapat dipercayai oleh masyarakat luar negri tersebut dalam berkegiatan ataupub berkegiatan social.
            Perlu diketahui bahwa keduanya memiliki perbedaan yang sangat significant. Namun pada dasarnya kultur local lebih dapat dipengaruhi oleh kultur barat, disebabkan oleh perkembangan pengetahuan yang lebih maju dan rasa keingintahuan yang kuat pada masyarakatnya akan suatu ilmu yanga ada pada kultur barat. Oleh sebab itu kultur local tidak pernah lepas dari pengaruh kultur-kultur barat, baik dari segi pengetahuan, kerjasama, pengembangan Negara, dan lain sebagainya.
            Paradigma yang merupakan cara pandang suatu Negara dalam melakukan penyelenggaraannnya sangat berpengaruh besar terhadap perkembangan suatu Negara tersebut, merupakan suatu standar disiplin ilmu dilihat dari lokus (Lokasi) medan penerapan suatu ilmu pengetahuan dan focus (kajian) cara pemecahan persoalannya.
            Terdapat 4 paradigma yang mempengaruhi kultur local Indonesia dalam segi penyelenggaraan Negara baik secara umum, maupun khusus di era desentralisasi saat ini :
1.      OPA (Old Public Administration)
Dalam paradigma ini, tokoh yang berperan yakni Woodrow Wilson yang pertama kali menyarankan pemisahan antara ranah politik dan ranah administrasi, dimana tugas para legislator hanya merumuskan kebijkan dan para administrator yang mengimplementasikan kebijaka tersebut. Wilson menwarhan sosok seorang administrator publim harus berjiwa bisni Karen kjeterkaitannta dengan nilai efisiensi dan ekonomis, yang bekerja sasuai kecocokan dan kecakapan. Men urutnya tenaga kerja dalam hal ini administrator public harus benar-benar diseleksi dilatrih dan dikembangakn secara ilmiah, agar ketika menerapkan pekertjaan nya sesuai dengan prinsip-prinsip keilmuan yang dimilikinya.
Perkembangan pemikiran Wilson tersebut dilanjutkan oleh Max Weber, beliau mengajak penerapan administrasi public ini untuk turut juga menggunakan prinsip Taylor. Pada intinya Talor menginginkan keberadaan birokrasi sebagai insititusi yang rasioanal untuk mewadahi perkembangan masyarakat yang semakin kompleks. Penekanan kepada tidak hanya produktif namun juga loyal terhadap pimpinan dan organisasi. Hubungan kekeluargaan tidak mendapat tempat dalam birokrasi
Dapat ditarik dampak yang besar dari adanya paradigma OPA  ini ialah bahwa untuk membangun birokrasi diperlukan profesionalitas kerja, penggunaan prinsip-prinsip kelimuan, penerapan SOP (standar operasional kerja) yang tegas dan netral agar trewujudnya efisiensi dan efektivitas.
Secara singkat OPA dapat diuraikan dalam bentuk-bentuk yang ada didalamnya yaitu sebagai berikut :
·         Berorientasi pada prosedur
·         Control secara khusus yang dilakukan oleh pmerintah
·         Bertumpu pada teori birokrasi
·         Terdapat pemisahan antara pemerintah dan pelaksana
·         Menggunakan  control untuk meraih efisiensi
·         Menugukur konerja dari pelaksanaan kegiatan dan system prosedur yang telah ditentukan.
Sementara kultur barat yang diterapkan oleh pemerintahan Inggris yang pada dasarnya tetap mempertahankan cara tradisional dengan lebih mengagungkan posisi ratu sebagai pemimpin tertinggi Negara dan lambang persatuan, dimana diberlakukannya pengawasan legislative terhadap eksekutif sangat besar, parlemen yang kuat dimaksudkan untuk memberikan kesejahteraan kepada rakyat, maka pengawasan yang dilakukan wakil rakyat diperluas.
Lain hal dengan di Cirebon yang masih menganut kepercayaan kerajaan Cirebon, yang dahulunya dipegang oleh satu raja, namun sekarang terpecahkan akibat hilangnya pemimpin yang mereka yakini baik. Di dalam pemerintahannya cirebon juga terdapat keagungan tersebut, dengan pemerintahan yang kecil namun pengaruh dari raja sengat besar, selalu mengawasi bawahannya dan struktur kerja sangat diperhatikan.
2.      NPM (New Public Management)
Diprakarsai oleh David Osborne dan Ted Geabler (1992), terdapat doktrin  NPM yang secara garis besar menjadi pembeda dengan OPA dan NPS yaitu yang terdiri dari :
1)      Menyangkut productivity atau produktivitas, yaitu bagaimana pemerintah menghasilkan lebih banyak hasil dengan biaya yang lebih sedikit.
2)      Marketization, yaitu bagaimana pemerintah menggunakan insentif bergaya pasar agar melenyapkan patologi birokrasi atau penyakit birokrasi.
3)      Service orientation atau berorientasi pada pelayanan , yaitu bagaimana pemerintah dapat berhubungan dengan warga masyarakat secara lebih baik agar program-programnya lebih responsive terhadap kebutuhan warga masyarakat.
4)      Decentralization, yaitu bagaimana pemerintah membuat program yang responsive dan efektif dengan memindahkan tanggung jawab instansi pemerintahan ke para manajer lapangan yang berhadapan langsung dengan warga masyarakat (street level beareuaucracy). Atau memeberi kesmepatan bbagai mereka untuk melakuakan adaptasi terhadap kebutuhan warga masyarakat.
5)      Policy, yaitu bagaimana pemerintah memperbaiki kualitas kebijakan
6)      Performance accountability, yaitu bagaimana pemerintah memperbaiki kemampuan untuk memenuhi janjinya. (Kettl, 2000)
Terkait dengan doktrin NPM yaitu produktivitas, marketization, dan kebijakan, ketiga aspek tersebut erat kaitannya dengan Reinventing Local Government, khususnya dalam penerapan di provinsi Gorontalo yang dalam hal ini dijadikan sebagai contoh praktek formulasi yang diyakini oleh kepala daerah dapat meningkatkan potensi pengembangan daerah yang tadinya minus menjadi meningkat secara significant dengan pertumbuhan 8,4 %.


            Termasuk kedalam kultur local, seperti halnya pada NPM (Reinventing Local Government) yang benar-benar murni diterapkan di Indonesia yaitu pada pemerintahan Gorontalo yang meyakini bahwa secara garis besar dibutuhkan inovasi yang dapat dilakukan oleh pemerintah daerah, dengan kata lain “Reinventing Local Government = Inovasi oleh pemerintahan daerah”. Inovasi yang dilakukan dari segi banyak hal, namun inovasi yang mencolok di Gorontalo adalah Faktor Endowment daerah, dan Lingkungan makro yang juga dijadikan pedoman dan keyakinan masyarakat secara umum dalam penigkatan kualitas pengembangan daerah itu sendiri dengan tak lepas dukungan dari pemerimtahan daerah secara penuh. Melalui bidang pertanian, khususnya komoditas jagung dan melalaui bidang kelautan yaitu perikanan. Dengan berfokus pada dua hal tersebut menjadikan daerah lebih konsen terhadap pengembangan kualitas.
          Di inggris NPM sebagai reaksi perdana menteri Margareth Teacher dalam menghadapi keterpurukan ekonomi dan rendahnya kinerja birokrasi, Di selandia baru sebagai reaksi terhadap pemerintahan partai buruh terdahulu yang sangat bersifat intervensionist, sehingga perekonomian Negara itu terganggu, dan privatisasi dan deregulasi diterapkan untuk menyelamatkan Negara itu.
3.      NPS (New Public Service)
Paradigma ini diperkenalkan oleh Denhart (1992) terjadi disebabkan oleh adanya desakan oleh para administrator untuk dapat melibatkan masyarakat secara lebih demokrasi dalam penyelenggaraan negara, bukan sebagai pelanggan lagi. Adanya kolaborasi yang kuat antar keduanya menjadi harapan besar pada paradigma ini, namun membangun kepercayaan seperti halnya yang diinginkan dalam hal ini tidaklah semudah yang dipikirkan.
Tidak ada yang menjadi penonton, semua ikut bermain, pemerintah membangun kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah dengan cara menjamin kepentingan masyarakat harus diutamakan, yaiatu dalam suatu bentuk yang dinamakan Citizens First. Dipandang bahwa dengan adanya ini maka dapat menjamin hak, kebutuhan, dan nilai-nilai masyarakat, bukan kebutuhan institusi seperti halnya yang ada pada paradigma NPM.
Pelayanan tanpa pandang buluh, cukup dijadikan tanda bahwa paradigma ini ada untuk mengkritik paradigma sebelumya yaitu NPM dan OPA. Secara garis besar, NPS dapat dilihat dari 7 prinsip sebagai berikut :
·         Melayani warga masyarakat, bukan sebagai pelanggan.
·         Mencari kepentingan public
·         Nilai warga Negara diatas kewirausahaan
·         Berpikir strategis, dan bertindak demokratis
·         Menyadari bahwa akuntabilitas tidaklah sederhana, sehingga menuntut aparat untuk lebih bertanggung jawab
·         Lebih kepada melayani, daripada mengarahkan.
·         Nilai orang, bukan hanya produktivitas.
Penerapan Citizen Charter yang ada di Yogyakarta merupakan salah satu bentuk penerapan NPS dengan kultur local yang ada pada Indonesia, dimana pelayan public mengadakan kontrak kesepakatan kepada masyarakat penerima layanan dalam konteks peningkatan kualitas pelayanan. Sebagai contoh dalam pengrusan KTP yang dijanjikan 3 hari, namun jika tidak selseai dalam 3 hari, petugas pelayan berhak mengantarkan ktp tersebut langsung kerumah penerima pelayanan.
4.      Sound Governance
Sound Governance lahir akibat adanya doktrin Good Governance yang sangat kental pada kebanyakan Negara didunia, namun dalam penerapannya masih jauh dari apa yang terdapat dalam prinsip-prinsip tersebut. Maka sound yang bermakna lebih logis, masuk akal, atau rasional dapat dijadikan pedoman dalam penerapan pemerintahan disuatu negara, tanpa adanya target pencapaian yang muluk-muluk namun sangat jauh dari target pencapaian tersebut.
Sound governance lebih luas daripada konsep lain dewasa ini, dengan memasukan global dan internasional dalam tubuh pemerintahan. Menurut kaidahnya , sebaik apapaun teknis dan pandangan good governance harus dapat diseimbangkan, dengan kata lain pemerintah harus lebih rational dan masih dalam system nilai untuk menanggulangi konflik dan rintangan asing. SG juga berdasarkan dengan nilai-nilail konstitusional dan lebih tanggap atau peka terhadap norma-norma international.
Terdapat beberapa dimensi Sound Governance yang meliputi :

1)      Proses
2)      Struktur
3)      Kesadaran dan nilai
4)      Konstitusi
5)      Organisasi dan institusi
6)      Manajemen dan pelaksanaan
7)      Kebijakan
8)      Kawasan/bidang
9)      Kekuatan global/internasional
10)  Etika, akuntabilitas, dan transparansi

Konsep dari Sound Governance berasal dari pemerintahan kerajaan Persia dengan penerapan efisiensi dan efektivitas yang tinggi pada system administrativenya pada waktu itu. Berdasarkan darius yang agaung ,dan penggantinya Cyrus yang agung menyatakan bahwa “tidak ada kerajaan yang dapat bertahan dengan sedikit banyak keberhasilan tanpa kelayakan ekonomi, system manajemen, dan struktur kebijakan.
 Secara garis besar SG yaitu merupakan tata kepemerintahan yang layak, idenya belum bias dikatakan matang, namun telah menyorot perhatian bahwa kritik tanpa solusi sudah tidak dapat diberlakukan lagi dalam system pemerintahan, oleh sebab itu ruang kreasi melalui alternative kebijkana dan solusi manajemen dapat ditawarkan oleh para pemikir-pemikir kritis, khususnya dikalangan generasi muda mahasiswa.
***
KESIMPULAN
Kultur local dan kultur barat dapat menerapkan paradigma-paradigma yang ada diatas tergantung dengan kondisi negara mereka yang harus disesuaikan dengan system yang diterapkan. Good Governance dan Sound Governance adalah merupakan ide dari pemikir-pemikir barat yang dewasa ini tengah diterapkan di Indonesia. Namun perlu diperimbangakn kembali oleh pemerintahan daerah pada umumnya paradigma apa yang ingin digunakan, ditengah kondisi lingkungan masyarakat yang berbeda-beda dan beragam.
Jika salah dalam mengaplikasikan paradigma tersebut, maka hancurlah jadinya, begitu juga jika tidak cocok, berkaca dari keberhasilan gorontalo yang berhasil menggunakan paradigm Reinventing Local Government dapat dijadikan acuan, bahwa pemikiran tentang paradigm tresebut dapat dijadikan pedoman, dengan pertimbangan desain aplikasi yang berbeda papa tiap wilayah penerapannya.
Peran pemimpin yang cerdas dan cakap dalam segi penyelolaan pemerintahan sangat berperan besar dalam kemajuan pengadopsian paradigma. Akan tetapi bisa saja kultur local yang lama, dapat kita jadikan acuan dengan memperbaharui beberapa aspek yang dirasa perlu. Sebagai contoh pemerintahan nagari yang juga masih mempertahankan system adatnya melalui tuo tengganai dan tokoh masyarakat yang dipercayai warga sebagai tokoh yang patut disegani. Serta memperbaharuinya dengan adanya walinagari dan segala pemerintahan tentang kesejahteraan masyarakat pada tingkat nagari.
Referensi :
Farazmand ali, 2004. “Sound Governance Policy And Administrative Innovations”. westport the
united states of america. greenwood publishing group.

Keban, T Yeremias. 2008. “Enam Dimensi Strategis Administrasi Publik Konsep, Teori, dan Isu”.
Yogyakarta. Gavamedia

Muhammad,  Fadel. 2008. “Reinventing Local Government Pengalaman Dari Daerah”. Jakarta. 
PT Elex Meida Komputindo

Kencana Inu. 2008. “Perbandingan Pemerintahan”. Jakarta. Refika Aditama.

Nasikun. 2007. “Sistem Sosial Indonesia”. Jakarta. PT Raja Grafindo.

Topo ashary Edy. 2001. “Membangun Kepemerintahan yang Baik”. Jakarta. LAN RI.

Sutrisno Edy. 2010. “Budaya Organisasi”. Jakarta. Kencana

Faktor Endowment dan Linkungan Makro dalam Pembuatan Kebijakan Sebagai Upaya Pengembangan Pembangunan Daerah



BAB I
1.1)            Latar Belakang
Ditengah kedilemaan pemerintah mengenai penyelenggaraan pemerintahan daerah, tampaknya pemerintah membutuhkan alternative cara untuk dapat diterapkan dalam pemerintahan daerah itu sendiri, di tengah era desentralisasi saat ini. Maraknya paradigma-paradigma Adminstrasi Negara, mulai dari Old Publik Administration, New Publik Management, New Publik Service, hingga yang sedang marak dibincangkan saat ini Sound Governance. Pada dasarnya paradigma-paradigma diatas berisikan substansi yang berbeda dengan tujuan yang sama. Sebagai contoh yang ada pada New Public Management dengan Reinventing Government nya. Kita dapat melihat hal itu dari berbagai perspektif cara pandang yang berbeda.
Pembuatan kebijakan atau regulasi merupakan awal dari putusan pemerintah dan seberapa besar keseriusan pemerintah tersebut dalam upaya pengembangan kualitas daerah itu sendiri. Kualitas dari kebijakan dan regulasi diharapkan tepat sasaran dengan tujuan yang khusus untuk terbentuknya pengembangan system dan potensi daerah secara pesat. Beberapa daerah sangat sulit untuk dapat menerapkan kebijakan atau regulasi khusus yang cocok untuk diterapkan ke daerah mereka itu sendiri.  
Reinventing Government dalam konteks kebijakan pemerintah dan regulasi sangat erat kaitannya dengan factor endowment dan factor lingkungan makro, adapun factor endowment adalah berkenaan dengan modal fisik yang terkait dengan infrastruktur daerah, dan modal social yang terkait dengan penduduk, sumber daya aparatur, nilai budaya yang berkembangan dalam masyarakat, kaum profesional, sector swasta, perguruan tinggi, partai politik, dan pers lokal. Sedangkan factor lingkungan makro yang berkenaan dengan factor-faktor eksternal yang menghambat atau mendukung ruang gerak pemerintah daerah dalam menangani bidang-bidang yang berkaitan, seperti; ekonomi, pendidikan, dan kesehatan masyarakat. Menekankan desentralisasi dan demokrasi memandang bahwa kepentingan public didefinisikan oleh masyarakat, warga negara digolongkan sebagai konsumen. New Public Management meminjam teori pasar, harga pasar yang ditentukan secara terbuka, singkatnya harga pasar itulah kepentingan publik.
Hal pokok yang diinginkan oleh warga masyarakat yaitu ketika pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah bisa meningkatkan taraf hidup, kesehatan, dan pendidikan rakyat daerah, namun hal itu dirasa sulit jika intervensi pemerintah pusat masih kuat mempengaruhi jalannya roda pemerintahan di daerah. Disebabkan oleh garis structural yang panjang terhadap pemerintah pusat, dan pada umunya apa yang benar-benar dimiliki daerah sangat jarang dinikmati oleh daerah itu sendiri secara adil. Di butuhkan keberanian yang khusus oleh kepala daerah setempat untuk lebih dapat bertindak di luar jalur yang mengekang inovasi dan kreativitas dan terobosan yang diyakini dapat membuat pemerintahan daerah itu menjadi lebih baik.
Berkaca dari keberhasilan Provinsi Gorontalo yang sukses menerapkan system mewirausahakan birokrasi (Reinventing Government) dapat menjadi acuan bagi pemerintah pusat dan kepala daerah lain. Gorontalo yang notabene adalah salah satu provinsi baru di Indonesia setelah sebelumnya berada dalam provinsi Sulawesi utara, tepat pada tangal 16 februari 2001 dinyatakan sah oleh pemerintah pusat sebagai salah satu provinsi baru di Indonesia.
Peningkatan HDI (Human Development Index) yaitu gambaran prestasi pemerintahan daerah dalam tiga bidang utama yaitu : bidang ekonomi, pendidikan , dan kesehatan masyarakat, menunjukan peningkatan yang cukup significant, dari 64,1 pada tahun 2002, menjadi 67,7 pada tahun 2005 (Bappeda Provinsi Gorontalo, 2006) ¹. Maka dari itu berarti adanya perbaikan kinerja daerah terhadap tiga aspek tersebut. Hal itu tak lepas dari diberlakukannya model NPM sejak tahun 2002 yang secara jelas meningkatkan manajemen kewirausahaan di provinsi tersebut. Secara teoritis suatu pemerintahan memiliki kapasitas manajemen yang lebih tinggi, cenderung memiliki kinerja yang lebih tinggi.
 
BAB II
Pembahasan
Sebagaimana yang diuraikan dalam latar belakang, terkait dengan paradigma-paradigma administrasi Negara, khususnya pada New Public Management (NPM) yang berisikan substansi mengenai Reinventing Local Government bahwa peran birokrasi dalam ekonomi pasar sangatlah penting untuk di bahas. Terkait dengan berbagai hal yang terjadi hingga saat ini dalam penyelenggaraan birokrasi. Sulitnya berkembang daerah-daerah otonom, yang pada dasarnya telah berganti-ganti estafet kepemimpinan pasca reformasi saat ini dengan rentan waktu 5 tahun per-periode pada setiap kepala daerah terpilih. Namun tidak juga berdampak positif secara umum dalam pandangan masyarakat.
Peran birokrasi yang dimaksud disini ialah bagaimana suatu pemerintahan khususnya pemerintahan daerah dalam hal ini menyelenggarakan dan menyalurkan kepentingan daerah bagi kesejahteraan masyarakat daerah, sedangkan ekonomi pasar merupakan sesuatu ketika pasar dibiarkan bebas berfungsi secara otonom dan spontan, kemudian dapat mengatur masyarakat itu sendiri sedemikian rupa sehingga dapat meningkatkan  kesejahteraan manusia secara maksimal, adapun yang terdiri dari pasar bebas yaitu individu yang otonom yang paling mengetahui kebutuhannya dan melalui kontrak-kontrak dengan pihak lain dalam suatu mekanisme yang dibentuk oleh mereka itu sendiri dan berusaha untuk memenuhi kebutuhannya, jika ditelaah lebih dalam, pasar mempunyai mekanisme netral yang senantiasa dapat memenuhi kebutuhan dan komoditi yang diperuntukan guna memenuhi kebutuhan tanpa adanya intervensi-intervensi dari berbagai pihak, karena lebih bersifat mandiri dan mempunyai kesiapan dari berbagai perspektif. 
Kualitas manajemen yang tinggi disebabkan oleh berbagai aspek, adanya seni dalam menyelesaikan pekerjaan melalui orang lain , keterampilan atau keahlian yang dapat menggerakkan orang-orang melakukan suatu pekerjaan. Pada umumnya, tidak hanya pada organisasi perangkat daerah yang terjadi dalam kegiatan organisasi di Indonesia pada tahap pengambilan keputusan, sebagian besar pengambilan keputusan secara penuh dilakukan pada tingkat atasan, yaitu pada kepala-bagian ke atas. Serta informasi yang diperlukan guna pengambilan keputusan juga cukup tersedia dan akurat. Namun hal yang mengganjal dalam pelaksanaan pemerintahan daerah yaitu merupakan adanya pengawasan yang dilakukan oleh badan-badan atau instansi-instansi, dan pengawasan atau audit tersebut tidak sedikit jumlahnya, terdapat lebih dari 2 instansi atau badan yang hadir mengaudit pelaksanaan kinerja pada waktu yang kurang efektif atau tidak tepat, demikianlah keluhan dari beberapa bupati di berbagai daerah di tanah air.  Sehingga menyebabkan kurangnya inovasi dari pemerintahan daerah pada umumnya untuk melakukan kegiatan, karena takut akan pengawasan-pengawasan dari instansi terkait. Dibutuhkan keberanian yang dimulai dari atasannya dalam penyelanggaraan pemerintahan, dengan demikian bawahan yang mengetahui dan menyepakati hal itu juga dapat bertindak lebih kreatif dan inovativ dalam konteks yang positif.
Sebagaimana yang dijelaskan pada bagaian latar belakang, terdapat salah satu system pemerintahan daerah di Indonesia ini yang dapat dijadikan contoh atau acuan bagi daerah lain, yang sebelumnya dimulai dari keberanian kepemimpinan dalam melakukan suatu terobosan inovasi di daerahnya, tanpa takut akan pengawasan yang diutus oleh pemerintah pusat, dan dianggap dapat menghalangi perkembangan pembangunan daerah.
Ialah mantan Gubernur Provinsi Gorontalo yang sekarang dipercaya oleh orang nomor satu di Indonesia untuk memegang jabatan sebagai menteri kelautan dan perikanan Kabinet Indonesia Bersatu II, beliau yang bernama Dr Ir Fadel Muhammad terpilih menjadi Gubernur Gorontalo dalam 2 periode pada tahun 2001-2009, namun harus diganti karena tuntutan presiden untuk dapat mengisi jabatan sebagai menteri. Latar belakang beliau sebagai pengusaha sukses menyebabkan dalam penerapan system pemerintahan daerah, dengan mengandalkan penerapan prinsip entreprenuership dalam setiap kebijakan strategisnya dan telah terbukti sukses melalui pencapaian anugrah dan penghargaan yang diraih oleh provinsi tersebut.
            Capaian hasil diatas, tak lepas dari peran pemimpin daerah dalam menerapkan New Publik manajemen. Terdapat doktrin  NPM yang secara garis besar menjadi pembeda dengan OPA dan NPS yaitu yang terdiri dari :
1)      Menyangkut productivity atau produktivitas, yaitu bagaimana pemerintah menghasilkan lebih banyak hasil dengan biaya yang lebih sedikit.
2)      Marketization, yaitu bagaimana pemerintah menggunakan insentif bergaya pasar agar melenyapkan patologi birokrasi atau penyakit birokrasi.
3)      Service orientation atau berorientasi pada pelayanan , yaitu bagaimana pemerintah dapat berhubungan dengan warga masyarakat secara lebih baik agar program-programnya lebih responsive terhadap kebutuhan warga masyarakat.
4)      Decentralization, yaitu bagaimana pemerintah membuat program yang responsive dan efektif dengan memindahkan tanggung jawab instansi pemerintahan ke para manajer lapangan yang berhadapan langsung dengan warga masyarakat (street level beareuaucracy). Atau memeberi kesmepatan bbagai mereka untuk melakuakan adaptasi terhadap kebutuhan warga masyarakat.
5)      Policy, yaitu bagaimana pemerintah memperbaiki kualitas kebijakan
6)      Performance accountability, yaitu bagaimana pemerintah memperbaiki kemampuan untuk memenuhi janjinya. (Kettl, 2000)
Terkait dengan doktrin NPM yaitu produktivitas, marketization, dan kebijakan, ketiga aspek tersebut erat kaitannya dengan Reinventing Local Government, khususnya dalam penerapan di provinsi Gorontalo yang dalam hal ini dijadikan sebagai contoh praktek formulasi yang diyakini oleh kepala daerah dapat meningkatkan potensi pengembangan daerah yang tadinya minus menjadi menigkat secara significant dengan pertumbuhan 8,4 % .
 Reinventing Government atau lebih tepat dinamakan dengan Reinventing Local Government merupakan paradigma yang tergolong reformatif, disampaikan oleh D. Osborne dan T Geabler (1992), dalam hal ini pemerintah harus bersifat :
1.      katalis,
2.      memberdayakan masyarakat,
3.      mendorong semangat kompetisi,
4.      berorientasi pada misi,
5.      mementingkan hasil bukan cara,
6.      mengutamakan kepentingan pelanggan,
7.      berjiwa wirausaha,
8.      selalu berupaya dalam mencegah masalah atau bersikap antisipatif,
9.      bersifat desentralistis, dan
10.  berorientasi pada pasar.
Demikian paparan oleh orang yang memprakarsai pertama kali penemuan mengenai system Reinventing Government, di lain hal terdapat pendapat lain mengenai reinventing Government seiring dengan berkembangnya pemikiran para ahli dengan banyaknya aspek penjelasan dan penambahan, baik adanya hal itu terjadi selama masih berjalan seseuai konsep awal dan tidak jauh melenceng dari koridornya, diantaranya oleh pendapat Dr Ir Fadel Muhammad, yang telah mempraktekkan system itu di Pemerintahan Gorontalo, dan terdapatlah kesimpulan dari pengalaman beliau. Bahwa dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah berdasarkan acuan dari sifat pemerintah dalam Reinventing Government, terdapat beberapa agenda yang harus dilakukan pemerintah daerah , yaitu sebagai berikut :
1.      Reformasi Birokrasi pemerintahan daerah
Terdapat beberapa hal yang diperhatikan dalam mereformasi birokrasi agar berjalan efektif dan efisien. Tentunya hal ini tidak dapat diputuskan , ditetapkan dan dilakukan secara sembarangan saja , diperlukan waktu, tenaga dan pikiran untuk menentukan reformasi di bagian mana yang paling tepat dan dapat disesuaikan dengan patologi yang ada atau keadaan lain yang terkait dalam organisasi tersebut. Sementara itu di dalam system yang diterapkan oleh fadel yaitu dengan mereformasi aparat birokrasi berwatak wirausaha melalui tunjangan kinerja daerah yang tidak mengurangi APBD daerah itu sendiri.
Sebelumnya terdengar istilah lahan basah dan lahan kering dalam instansi pemerintahan, sebagai contoh antara Kementrian PU yang basah dan kementrian Hukum dan HAM yang kering. Dianggap basah karena banyaknya dana-dana proyek pembangunan infrastrukur daerah, dan adanya panitia tender yang dapat persenan oleh pihak yang mendapatkan proyek yang katanya sebagai ucapan terimakasih. Tindakan seperti inijelas dapat merugikan Negara, karena pada praktiknya ditemukan besaran 40% sebagai tip untuk pejabat yang terkait mjali dari gubernur hingga staff , dan sisianya 60%  saja untuk dana pembangunan murni. Itulah sebabnya terdapat pembangunan yang tidak jelas infrastrukturnya, jalannya yang mudah hancur, dan lain sebagainya.
Sedangkan pada lahan kering sebagai contoh Kementrian Hukum dan HAM yang proyek didapat relative sedikit, ditambah lagi dengan sedikitnya masyarakat yang berkunjung ke instansi ini menyebabkan aliran danapun susrut disini. Jadi terdapat ketimbangan antara yang basah dan yang kering.  Kembali kepada dana 40% yang dianggap sebagai uang tip itu, dalam hal ini dihilangkan, lalu dana tersebut dialokasikan atau dikumpulkan kedalam bentuk tunjangan kinerja daerah. Agar dapat dijadikan motivasi bagi pegawai yang mendapatnya, adapun elemnt-element yang mendapat jatah TKD mulai dari pegawai honorer hingga atasan tertinggi.
Selanjutnya yang ada dalam reformasi birokrasi yaitu performance pays, bahwa mereka dituntut untuk melakukan prestasi sebagai dasar untuk pengembangan karier. Lalu membuat ulang instrument untuk mengukur kinerja pegawai, dan selanjtnya pegawai digerakkan oleh inovasi, membuat parat berfokus pada tiga agenda, yaiatu ; pembangunan SDM , pengembangan jagung, dan perikanan. Selain itu terkait dengan keuangan daerah ialah mengurangi adanya red tape atau pita merah.
2.      Menjalankan kebijakan yang digerakkan oleh pasar untuk memperkuat fondasi ekonomi rakyat. Kebijakan yang dijalankan dengan lebih mempermudah segala hal yang menyangkut dengan kehidupan rakyat kecil, dengan melakukan penghapusan terhadap semua retribusi yang dapat menghambat perekonomian rakyat.
3.      Menjadi pemerintah yang katalis dengan memanfaatkan factor endowment daerah untuk meningkatkan produksi pertanian. Terkait dengan endowment akan menjadi focus utama penulis pada tahap khusus, agenda kegiatan ini akan dibahas secra lebih dalam serta keterkaitan dengan kebijakan dan regulasi yang ada dalam endowmnent daerah itu sendiri
4.      Menyiasati hambatan lingkungan makro berupa kekakuan dari instansi pusat yang mengakibatkan daerah tidak mampu memanfaatkan potensi dan peluang bisnis di daerah. Inilah yang dinamakan keberanian pada tingkat atas, sebagai upaya kemandirian kepala daerah dan juga upaya untuk lebih mengembangkan potensi daerahnya dengan sedikit mengabaikan intervensi pemerintah yang dianggap menghambat lajunya program.
5.      Terkait dengan factor lingkungan makro, agar distribusi dan akses dapat mudah dilakukan yaitu dengan meningkatkan fasilitas pelabuhan dan bandara yang menjadi daerah akses antar daerah pembangunan infrastuktur yang ada di dalamnya terkait dengan kelancaran mobilitas arus barang.
6.      Menjadikan pemerintah daerah yang beroirentasi pelanggan dan pemerintah yang antisipatif. Berorientasi pada pelanggan dimaknai banyak, namun lebih difokuskanm disni yang memilki prospek jauh kedepan, yaitu pada sector pendidikan dengan menjalin kerjasama dengan beberapa pihak guna meningkatkan mutu pendidikan.
7.      Membangun keunggulan bersaing yang berbasis pada keunggulan local. Pengetahuan mengenai keunggulan suatu daerah secara mendalam agar semua golongan masyarakat mengathui dan dapat membudidayakan keunggulan sumberdaya tersebut secara mandiri.
Demikian agenda kegiatan yang dilakukan pemerintah daerah yaitu Provinsi Gorontalo, dilihat secara umum dan letak perbedaan daripada daerah lain dan khususnya yang sangat menonjol dalam hal ini ialah terdapat pada dua point utama yang diangkat menjadi judul oleh penulis, yaitu factor endowment daerah dan lingkungan makro.
Secara ringkas, dapat disimpulkan agenda-agenda tersebut kedalam uraian singkat dan dapat dengan mudah diingat melalui bagan berikut :
berorientasi pelanggan,
keunggulan bersaing 
siasati hambatan lingkungan makro
tingkatkan fasilitas akses
factor endowment daerah
ekonomi rakyat
Reformasi birokrasi
 








Gambar : 1.1
              Segala kegiatan agenda-agenda perubahan diatas tidak dapat dilaksanakan jika tidak dimulai dengan segera, mantan wakil presiden kita Bapak Jusuf Kalla pada masa kampanye nya dengan terus mengumbarkan jargon, “Lebih Cepat Lebih Baik”. Namun masa kampanye dengan meneriakkan jargon tersebut telah berlalu, apa salahnya hal itu diyakini dan dapat diterapkan. Bahkan jargon itu telah hilang pada saat ini seiring tidak lagi kebersamaan antara SBY dan JK dalam memimpin bangsa ini. Tampaknya lebih banyak sisi positif dari jargon tersebut, terlebih jargon ini juga pernah diucapkan oleh tandem beliau semasa memimpin yaitu pak SBY, yaitu ketika menyikapi persoalan mengenai penanggulangan bencana gempa Yogyakarta dan lumpur lapindo, beliau menyatakan , “ Lebih cepat lebih baik”. Cegah meluasnya pencemaran gunakan seluruh cara untuk menghentikan dan mengatasinya”
          Maka pemerintah daerah yang memilki pemimpin masing-masnig di daerah tersebut tentunya dapat mencontoh hal tersebut dengan segera melaksanakan program yang diyakini benar dan dapat meningkatkan pembangunan daerah. Karena pada prinsipnya, lawan dari jargon itu,” biar lambat asal selamat” sudah tidak dapat diterapkan, mengingat tuntutan masyarakat yang semakin mendesak dan laju persaingan yang kian mendorong seseorang ataupun organisasi untuk lebih bergerak cepat.
A.     Faktor Endowment Daerah
           Sebagaimana yang telah dijelaskan sedikit pada bagian latar belakang, factor endowment daerah merupakan segala hal yang berkenaan dengan modal fisik dan modal social. Endowment yang berasal dari bahasa inggris berarti sokongan atau sumbangan sebagaimana sokongan tersebut yang terdiri dari modal fisik dan modal social, beserta hal-hal yang berkenaan di dalamnya. Adapun yang terdiri dari modal fisik ialah :
·         Sumber daya alam
·         Infrastruktur daerah
 Sedangkan yang berkenaan dengan modal social yaitu :
§  Penduduk
§  Sumber daya aparatur
§  Nilai budaya yang berkembang dalam masyarakat
§  Kaum professional
§  Sector swasta
§  Perguruan tinggi
§  Partai politik
§  Pers local
         Dengan lebih berfokus pada sumber daya yang ada pada modal fisik, dan keterkaitannya yang kuat dengan ekonomi pasar menyebabkan factor endowment menjadi salah satu alternative cara dalam pengembangan daerah. Merupakan suatu bentuk bukti dalam ekonomi pasar yang memiliki keuntungan sebagai berikut :
a)      Adanya persaingan mendorong manusia atau individu untuk terus maju dan bertindak secara efektif dan efisien.
b)      Tiap-tiap individu bebas memilih pekerjaan yang disukai sesuai dengan minat dan bakatnya.
c)      Produksi didasarkan atas kebutuhan masyarakat.
d)     Kebebasan memilih alat-alat produksi dan modal
          Untuk lebih memperjelas mengenai ekonomi pasar, menarik untuk lebih membahas mengenai aspek apa saja yang ada dalam ekonomi pasar. System ekonomi pasar dikemukakan oleh Adam Smith yang dimuat dalam bukunya yang berjudul An Inquiry Into the Nature and Causes of the wealth of Nation. Ciri system ekonomi pasar adalah sebagai berikut :
a.       Setiap individu bebas memiliki barang dan alat-alat produksi.
b.      Kegiatan ekonomi di semua sector dilakukan oleh pihak swasta
c.       Pemerintah tidak ikut campur tangan dalam kegiatan ekonomi.
d.      Modal memegang peranan penting dalam kegiatan ekonomi.
e.       Setiap orang diberi kebebasan dalam memakai barang dan jasa
f.       Semua kegiatan ekonomi didorong oleh prinsip laba.
g.      Berlakunya persaingan secara bebas.
            Maka, dengan tidak mengabaikan pembahasan menganai Faktor endownment, khususnya pada pemerintahan daerah di Gorontalo dalam pemanfaataan sumber dayanya kepala daerah lebih menggunakan pertanian sebagai tulang punggung utama pada sector ekonomi di tingkat daerah itu sendiri. Banyaknya pemanfaataan lahan yang mulanya tidak terjamah dengan adanya semangat ekonomi seperti ini pemanfaatan lahan mulai digalakkan kembali. Lahan sawah beririgasi teknis, semi teknis, irigasi desa, dan irigasi lainnya. Namun terdapat juga beberapa lahan kering yang belum terjamah khususnya pada pegunungan dengan kemiringan 30 derajat dan perbukitan. Lahan lainnya adalah hutan rakyat dan hutan negara yang mencapai lebih dari separuh pemanfaatan hutan yang dibudidayakan.
         Sector ekonomi lainnya yang menjadi andalan di provinsi ini ialah jagung dan ikan, yang bisa dikatakan sebagai mesin pertumbuhan ekonomi gorontalo, khususnya pada perkembangan jagung dalam 6 tahun terakhir ini dan juga dijadikan komuditas unggulan. Hingga mencapai produksi jagung telah mengalahkan produksi padi. Jagung mulai dibudidayakan sejak tahun 2002 melalui pencanangan program agropolitan. Oleh sebab perkembangan jagung yang sangat significant tersebut perlu diketahui bahwa keterkaitan pengolahan pertanian tersebut dengan dinas pertanian sebagai lembaga pemerintahan yang focus akan hal itu adalah perlu adanya selain control internal, namun juga control eksternal dalam hal ini yaitu control konsumen kebijakan pertanian. Maka hal-hal yang perlu dipertajam yaitu mengenai:
1.      System struktur pertanian yang dilembagakan oleh dinas pertanian. Maka hubungan antar perilaku birokrasi pertanian perlu dibentuk dan dikendalikan.
2.      Pemberdayaan dinas pertanian sebagai unsur pemerintah khususnya sebagai institutions building agents, di lingkungan pertanian, perlunya standarisasi pada pelayanannya.
3.      Pemberdayaan komunitas pertanian, karena sebagai aktor penggerak pada sektor pertanian , merupakan bagian vital dalam hal ini. Adanya produk kebijakan yang ternyata menyebabkan kerugian dan kesulitan meraka dalam berkegiatan sebaiknya diperhatikan. Adanya pihak-pihak yang memangsa warga komunitas oleh pihak yang tidak bertanggung jawab, maka harus diperkuat agar ia mampu mempertahankan dirinya.
4.      Peran stakeholder pertanian digerakkan sebagai pendukung, bukan penghisap potensi pertanian yang tidak berdampak apa-apa terhadap masyarakat sekitar.
5.      Harus adanya akses dan transformasi pada bagian ekonomi lainnya, pada suatu ketika Sumber daya alam yang diunggulkan mengalami kemorosotan dari segi harga maupun keadaan alam, maka diperlukan sasaran penguatan daya saing pertanian dan lapangan kerja ketika sector pertanian melemah sementara di lain hal arus urbanisasi menderas. Harus urbanisasi menderas bisa terjadi karena masyarakat menganggap tempat untuk mengadu nasib seiring semakin berkembangnya daerah tersebut.
           Dalam beberapa tahun setelah diterapkannnya system seperti ini dan menampakkan hasil, maka focus berikutnya adalah menjamin ketersediaan agroinput yang dimaksud disini ialah segala hal yang menyangkut penyediaan benih, pupuk, melakukan pompanisasi kepada daerah-daerah yang belum terjangkau irigasi, serta meningktakan kualitas dan kuantitas irigasi, sperti misalnya dengan cara pemakaian alat dan mesin budidaya pertanian, pemakaian alat pasca panaen, merintis industri pengolahan hasil pertanian dan menjamin pemasaran hasil-hasil pertanian.   
          Selain mengenai pertanian, sector kedua yang juga menjadi unggulan di gorontalo ialah pada sector kelautan khususnya pada perikanan. Potensi lestari perikanan dapat meningkat dari waktu ke waktu. Adapun laut sebagai sumber penangkapan ikan tersebar di sekitar kawasan gorntalo yaitu diantaranya terdapat di teluk tomini, dan laut Sulawesi. Selain itu kawasan perairan sepanjang pantai di sekitar teluk tomini dan laut Sulawesi memiliki keadaan yang relative tenang dari gelombang, sehingga cocok untuk budidaya rumput laut, ikan, kerang mutiara, tambak bandeng, dan udang, walaupun hingga saat ini belum begitu dimanfaatkan dengan baik oleh masyarakat pesisir pantai. Adapun sumberdaya laut yang berhasil dimanfaatkan dengan baik adalah yang pertama terletak pada budidaya rumput laut, ikan dan mutiara.
        Budidaya ikan digolongkan sebagai bagian yang menjadi pendorong ekonomi disebabkan oleh jenis ikan yang dihasilkan pada perairan in tergolong kepda ikan yang mempunyai nilai jual tinggi, seperti tuna, cakalang, ikan laying, tongkol, dan ikan karang yang terdapat di beberapa kecamatan di daerah gorontalo. Mengenai pemasaran hasil dari kedua aspek tersebut yaiatu ikan dan rumput laut ialah mengarah pada bitung, manado, Surabaya, dan sebagian lagi di ekspor ke jepang, korea dan hongkong.
          Infrastuktur sebagai bagain yang tergolog dalam modal fisik juga menjadi perhatian yang khusus dalam hal ini disebabkan oleh kemajuan suatu daerah juga terletak pada kemajuan infrastruktur perhubungan dan komunikasi. Maka agar saling menudukung antar masing-masing bagian, hal ini dibutuhkan agar dapat menudkung pertumbuhan pertanian dan perikanan. Terbukti di Gorontalo berhasil dibangunnya jalan akses penunjang program agropolitan , dan hal itu terbukti membuat makin meningkatnya dalam segi distribusi dan pemasaran.
            Pada masing-masing sector baik pertanian maupun perikanan, telah dibangunnya infrastruktur untuk menunjang pertumbuhan ekonomi, pada bu=idang pertanian pembangunan bendungan paguyumanyang dapat mengariri areal persawahan seluas 8000 hektar. Khushsnya pada tahun 2005 telah berhasil dibangun lima jaringan irigasi yaiatu pada daerah irigasi alale, limboto, kwandang, marisa, dan paguyuban.
            Jalan merupakan jalur akses pengubung akar arus mobilisasi dan distribusi berjalan lancer, oleh sebab itu jalan Negara maupun jalan provinsi harus diaspal dengan baik, tanpa adanya pengurangan jumlah anggran dan benar-benar anggran dugunakan sepenuhnya untuk pembangunan aspal yang berkualitas tinggi. Peningkatan panjang jalan yang harus diaspal tersebut harus mengalami penambahan dari tahun ketahun.
           Bahkan jika pemerintah daerah memang benar-benar serius dalam peningkatan kualitas jalan, jalan kabupaten atau kecamatan bias dijadikan jalan provinsi dan jalan Negara. Serta jalan kecil antar komplek perumahan yang semulanya belum diaspal atau berkualitas aspal buruk dapat ditingkatkan. Hingga kerika di survey terdapat seratus akses jalan yang telah mengalami perbaikan penigkatan kualitas jalan.
         Saluran telepon sebagai sarana komunikasi juga dapat menjadi perhatian, mengingat bahwa di era globalisasi saat ini cara orang berinteraksi semakin meningkat dan semakin canggih. Persaingan antara operator seluler juga menjadi sorotan public, dan peran pemerintah daerah dengan adanya itu membuka seluas-luasnya saluran yang banyak tersebut untuk beroperasi di kawasan tersebut.
         Naiknya jumlah penduduk yang menggunakan sarana pesawat udara menjadi tolak ukur kemajuan tingkat ekonomi dalam suatu daerah, semakin banyaknya armada pesawat yang memfasilitasi hal itu lebih mempermudah perpindahan transportasi masyarakat antar provinsi ataupun antar Negara. Sebagaimana di provinsi Gorontalo, peningkatan jumlah penumpang di bandara Jalaludin yang menunjukan angka yang cukup significant dari tahun ke tahunnya.
         Tak hanya pesawat udara, namun pesawat radio sebagai sarana informasi dan komunikasi masyarakat, dengan adanya hal ini seperti siaran-siaran yang mewadahi interaksi antara masyarakat dan pemerintah diharapkan dapat berperan besar dalam transparansi dan akuntabilitas pemerintah daerah. Dengan adanya masukan-masukan dari rakyat yang sifatnya membangun  tentang persoalan-persoalan public dan isu-isu stragtegis. Sementara itu pemerintah harus membuka tangan yang selebar-lebarnya dalam penayampaian argument masyarakat tersebut dengan batasan kenormaan dalam masyarakat.
       Program peningkatan sumber daya aparatur mulai dari level yang paling bawah hinga yang paling atas secara berkesinambungan dengan bekerjasama dengan perguruan tinggi yang dianggap berkompeten melahirkan pemikir-pemikir cerdas yang dapat mengaplikasikan ilmunya di daerah asal mereka dianggap tepat menjadi program jangka panjang atau jangka menengah dalam pembangunan daerah tersebut. Perubahan mindset lama yang terlalu berpatok  pada proses menjadi mindset berwatak entrepreneur yang lebih menghasilkan dan bermental baik.
B.     Faktor Lingkungan Makro
          Untuk mengulas kembali pada bagian latar belakang apa yang itu factor lingkungan makro yaitu merupakan factor lingkungan yang berkenaan dengan factor-faktor eksternal yang menghambat atau mendukung ruang gerak pemerintah daerah dalam menangani bidang bidang yang berkaitan, seperti; ekonomi, pendidikan, dan kesehatan masyarakat.
         Terdapat factor-faktor penentu yang mempengaruhi pelaksanaan otonomi daerah, yaitu :
1)Faktor manusia pelaksana, yang terdiri dari :
·         Kepala daerah
·         Dewan perwakilan rakyat
·         Kemampuan aparatur pemerintahan daerah
·         Partisipasi masyarakat
2)Faktor keuangan daerah, yang terdiri dari :
·         Pajak daerah
·         Retribusi daerah
·         Perusahaan daerah
·         Dinas daerah dan pendapatan lainnya
3)Faktor peralatan
4)Faktor organisasi dan manajemen
           Faktor-faktor diatas, tidak akan berhasil pada dasarnya jika hanya diketahui begitu saja, namun harus ada peraturan yang jelas terkait dengan isi kebijakan pemerintah daerah yang membahas mengenai hal di atas. Sebagai contoh pada item pertama bagian satu dan dua yaitu kepala daerah dan dewan perwakilan rakyat daerah. Kedua golongan tersebut memilki peran penting dalam pembangunan daerah terkait dengan penetapan peraturan daerah yang dirumuskan dan disepakati oleh keduanya. Beban menjadi kepala daerah dan anggota DPRD tidak semudah yang dibayangkan, setidaknya harus memilki kemampuan dan pengatahuan yang memadai dan harus sebanding dengan beban tugas yang diemban dipundaknya. Khususnya kepala daerah, syarat yang harus dimilki oleh kepala daerah dewasa ini belum menunjukan seorang yang berkompeten, diantaranya hal yang baik yaitu :
a)      Cerdas
b)      Berkemampuan dan terampil
c)      Mempunyai kecakapan dan pengalaman pekerjaan yang cukup di bidang pemerintahan
d)     berpengatahuan yang sederajat yaitu perguruan tinggi sekurang-kurangnya sarjana muda.
          Namun kriteria di atas masih bersifat samar-samar belum memiliki kejelasan secara spesifik. Yang berakibat penentuan kriteria secara subyektif, misalnya dalam penafsiran kata cukup yang dimaksud disini itu seperti apa, maka hal itu pun mempengaruhi penyelenggaraan otonomi daerah. Demikian juga halnya dengan kemampuan mental , belum memiliki pengukuran mental yang spesifik. Namun dalam berbagai daerah di Indonesia, ketepatan pemilihan kepala daerah yang berasal pada umumnya bersifat untung-untungan, dalam artian jika calon yang dipilih diantaranya adalah orang yang benar-benar tepat untuk dijadikan orang nomor satu di daerah tersebut.
       Demikian juga halnya dengan pemilihan  wakil rakyat tingkat daerah atau dengan kata lain yaitu anggota dewan perwakilan rakyat daerah (DPRD) juga memiliki tugas yang cukup berat, yaiatu bersama-sama dengan kepala daerah menetapkan kebijakan daerah berupa peraturan undang-undang daerah, dan penetapan anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD). Selain juga melakukan pengawasan atas pelaksanaan kebijakan daerah oleh kepala daerah. Maka DPRD dituntut untuk lebih cerdas dalam segala aspek dan memilki kualiatas yang memadai.
      Di lain sisi, anggota DPRD adalah orang yang terpilih pada saat pemilihan langsung  dan dipilih langsung oleh rakyat yang notabene memilki latyar belakang yang berbeda-beda, muali dari pedagang, tokoh masyarakat, pengusaha, mantan PNS, selebritis, ataupun orang yang benar-benar memiliki pengetahuan di bidang penyelenggaraan negara yang memadai. Oleh sebab itu untuk dapat memahami secara keseluruhan akan tugas yang diemban mereka, diperlukan pendidikan khusus dan pengalaman, terlebih pada orang yang terpilih  namun ia tidak memilki pemahaman sedikitpun menganai penyelenggaran Negara dan kebijakan public khususnya.
      Melihat dari pengalaman yang terjadi dewasa ini, tingkah laku anggota legislative yang tidak menunjukan sebagai wakil rakyat dan abdi Negara sangatlah kurang, hal itu tak gterleas dari faktor pengalaman dan pendidiakn mereka yang kurang akan posisi meraka sebagai wakil rakyat yang dipercaya oleh rakyat. Hal seperti inilah yang berpengaruh besar terhadap penyelenggaraan otonomi daerah dan menimbulkan dampak yang tidak sehat.
      Kembali kepada lingkunagn makro, pada dasarnya lingkunagn makro ini adala bagaiamana kualitas kebijakan yang dihasilkan oleh kedia aparat ( kepala daerah dan DPRD) tersebut dapat menunjukan diri mereka yang berorientasi pada masyarakat, bekerja dan berpikir hanya untuk kesejahteraan umum, bukan pribadi yang nantinya akan berdampak pada tiga sektor yang dianggap tolak ukur keberhasilan suatau daerah merupakan pada sektor ; ekonomi, kesehatan masyarakat dan pendidikan.
     Pada sektor ekonomi, kebijakan yang dihasilkan dapat berupa kemudahan dalam berinvestasi yang akan memberikan pengarih yang cukup significant  terhadap ketertarikan pihak luar dalam menggiring investor ke daerah, serta demikian dapat mengurangi campur tangan pemerintah pusat. Adapun di Provinsi Gorontalo produk kebijakan terkait dengan hal tersebut adalah dengan adanya Perda Nomor 2 Tahun 2004 tentang kemudahan dalam berinvestasi. Yang berisikan kurang lebih sebagai berikut :
BAB III
KEMUDAHAN PENANAMAN MODAL
Bagian pertama
Penyediaan Fasilitas dan Infrastruktur
Pasal 4
1)      Untuk melakukan investasi pemerintah daerah membuka kesempatan / peluang seluas-luasnya bagi penanam modal dengan tetap mengacu pada peraturan perundang-undangan.
2)      Peluang penenam modal sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 diarahkan pula kepada bidang-bidang usaha prioritas atau usaha unggulan
3)      Calon penanam modal yang melaksanakan investasinya akan dibantu dalam hal proses pelayanan perizinan, fasilitas dan persiapan lahan sesuai rencana peruntukan dengan mengacu pada Rencana Tata Ruang Wilayah
4)      Izin penggunaan lahan untuk investasi tetap mengacu pada ketentuan perundang-undangan sesuai dengan jenis usaha.
Bagian kedua
Kemudahan dan keringanan pajak
Pasal 5
1)      Kepala daerah memberikan dan memfasilitasi keringanan pajak dan retribusi daerah untuk jangka waktu tertentu bagi investor yang telah melaksanakan realisasi investasinya.
2)      Keringanan pajak dan retribusi daerah sebagaimana dimaksud dalam ayat 1 ditetapkan dengan keputusan kepala daerah.
Bagian ketiga
Ketenagakerjaan
Pasal 6
1)      Kepala daerah dapat memfasilitasi penyediaan tenaga kerja bagi perusahaan yang melakukan investasi di daerah.
2)      Pihak investor dan tenaga kerja yang dipekerjakan wajib menjalankan hubungan kerja yang harmonis dan tidak saling merugikan.
3)      Bila terjadi perselisihan antara investor dan para tenaga kerjanya, wajib diselesaikan secara musyawarah melalaui mediasi ataupun tanpa mediasi oleh pemerintah daerah.
4)      Pihak investor tidak dapat melakuakn pemutusan hubungan kerja secara sepihak dan pihak tenaga kerjatidak dapat melakuakn pemogokan bila belum dialkuakan upaya penyelesaian secra musyawarah melalui mediasi pemerintah daerah.