Manusia secara kodrat diciptakan sebagai mahkluk yang mengusung nilai harmoni. Perbedaan yang mewujudkan baik secara fisik maupun mental, sebenarnya merupakan kehendak tuhan yang seharusnya dijadikan sebagai sebuah potensi untuk menciptakan sebuah kehidupan yang menjunjung tinggi toleransi. Di kehidupan sehari-hari , kebudayaan suku bangsa dan kebudayaan agama bersama-sama dengan pedoman kehidupan berbangsa dan bernegara , mewarisi prilaku dan kegiatan kita.
Berbagai kebudayaan itu beriringan , saling melengkapi. Bahkan mampu untuk saling menyesuaikan (flexible) dalam kehidupan sehari-hari, tetapi seringkali yang terjadi malah sebaliknya , perbedaan-perbedaan tersebut menciptakan ketegangan hubungan antaranggota masyarakat. Hal ini disebabkan oleh sifat dasar yang selalu dimiliki oleh masyarakat majemuk sebagai mana dijelaskan oleh Van De Berghe.
a) Terjadinya segmentasi kedalam kelompok –kelompok yang seringkali memiliki kebudayaan yang berbeda .
b) Memilki struktur sosial yang terbagi-bagi kedalam lembaga-lembaga yang bersifat non komplementer.
c) Kurang mengembangakan konsensus diantara para anggota masyarakat tentang nilai-nilai sosial yang bersifat dasar.
d) Secara relatif seringkali terjadi konflik diantara kelompok yang satu dengan yang lainnya.
e) Secara relatif integrasi sosial tumbuh diatas paksaan dan saling ketergantungan didalam bidang ekonomi .
f) Adanya dominasi politik oleh suatu kelompok terhadap, kelompok yang lain.
Di Indonesia , hubungan antar etnis dan agama termasuk kedalam kategori SARA sering dianggap peka , rentan, eksplosif , penuh resiko dan berbahaya, pemahaman umum tentang SARA tidak benar dan tidak relevan bagi pengembangan kemungkinan hidup bersama di Indonesia.
Sejauh ini relatif kehidupan bersama masyarakat Indonesia masih berlangsung baik, terbukti dengan adanya kontak, interaksi dari berbagai kalangan etnis, ras, golongan dan antar agama dalam kehidupan kebangsaan masyarakat indonesia. (meskipun relatif juga kita temukan fenomena dimana etnisitas dan agama, telah digunakan sebagai tempat untuk menyembunyikan diri sebagai tempat untuk menyembunyikan terhadap “yang berbeda”.
Terbentuknya civil society yang memungkinkan anggota masyarakat mengembangkan keterbukaan, respon, dan inisiatif (demokrasi) terkadang demokrasi juga diterapkan dengan cara yang tidak demokrasi)
SARA begitu sensitif karena perbedaan budaya yang dikontruksikan secara sosial politik atas nama perbedaan etnis dan perbedaan agama. Selain itu juga pengaruh primordialisme juga mempengaruhi SARA sensitif , karena kebanyakan masyarakat indonesia anti perubahan, dalam artian jiak seseorang datang untuk menawarkan sesuatu yang baru dalam era globalisasi maka kelompok tersebut masih memegang teguh kepercayaan yang dianut secara turun-temurun dari nenek moyang mereka. Hal itu terjadi karena berbagai alasan:
Tidak percaya dengan perubahan kehidupan mereka, sehingga mereka masih berkelompok-kelompok dalam suatu wilayah, dan paradigma mereka yang masih tertutupi oleh belenggu adat mereka. teman-teman dibawah sudah menjawab dengan benar. SARA adalah singkatan dari Suku, Ras, Agama, dan Antar golongan. Memang persoalan SARA adalah isu yg sangat sensitif. Bahkan di Amerika sendiri yg notabene sudah begitu modern dan maju, SARA tetaplah hal yg sensitif karena manusia secara universal selalu memandang "kulit luar".
Apalagi di Indonesia yg sungguh kaya akan keragaman kultur, memainkan isu SARA. Begitu sebuah isu berhembus (terutama menyangkut masalah agama), 99% hasilnya pasti akan membangkitkan kemarahan, kecaman, anarkisme, bahkan kerusuhan massal. Karena itu hendaknya kita semua memperlakukan SARA secara bijaksana dan semaksimal mungkin menghargai perbedaan-perbedaan yang ada.
Untuk mempercepat pembauran antar etnis di Indonesia, maka persamaan pandangan, saling belajar, dan saling menghormati antar kelompok etnis sangat diperlukan. Karena hingga kini secara historis, masalah pembauran golongan peranakan etnis Tionghoa, India, dan Eropa masih sulit membaur dengan mayoritas pribumi. Sulitnya tiga golongan etnis ini untuk membaur, tidak hanya persoalan budaya maupun sejarah. Juga karena politik Belanda yang memecah belah, sehingga dikalangan etnis pribumi maupun etnis Cina menjadi trauma dan ketakutan yang berlebihan. Pembauran antar etnis tidak berarti melakukan dinosidi (pembunuhan budaya besar-besaran) terhadap budaya golongan etnis minoritas. Disinilah perlunya sarana atau peluang untuk memahami budaya luhur kedua belah pihak, karena dengan saling memahami budaya luhur antar etnis itu, akan lebih mempercepat pembauran.
Kesenjangan budaya dan ekonomi maupun politik antara etnis mayoritas pribumi dengan etnis minoritas, merupakan permasalahan bersama yang masih harus dicarikan jalan keluarnya.
Golongan pribumi Islam mayoritas sekarang ini jauh tertinggal, sehingga menimbulkan rasa rendah diri. Ketertinggalan ekonomi golongan pribumi mayoritas bisa diperbaiki bersama-sama, asal saling membuka diri.
Ketua Bakom PKB Dati I Jawa Timur Prof Lukas Widiyanto /07.07.91/ Surabaya.
Bila masalah etnis tidak ditangani secara benar, maka masalah etnis akan tetap menjadi permasalahan yang menghambat pembauran. Tidak bisa ditangani sepihak, karena masalahnya cukup kompleks.
Bangsa Indonesia tidak pernah merasa rasialistik, sekalipun ada yang mengatakan seperti itu. Secara Antropologis Bangsa Indonesia berasal dari Bangsa Negrito, namun realitasnya sekarang berbeda " ganteng-ganteng ".
Sulitnya golongan peranakan Tionghoa membaur dengan golongan mayoritas karena peranakan ya tetap peranakan. Dengan Indonesia sukar membaur, dengan Cina sendiri sukar.
Mengenai golongan minoritas peranakan Tionghoa yang status sosial ekonominya lebih tinggi dibanding golongan mayoritas karena sebenarnya perantau-perantau Cina tersebut tidak punya keahlian khusus, sehingga salah jalan satu-satunya adalah berdagang
Bagaimana pemecahan masalah perbedaan SARA ?
Ada beberapa hal yang dapat dilakuakan untuk pemecahan masalah SARA (suku, agama, ras, antar golongan) yaitu :
a) Semangat religius.
Semangat religius merupakan suatu tindakan oleh masyarakat yang masih menjunjung tinggi nilai dan norma agama dalam mengahadapi arus globalisasi dan modernisasi, atau westernisasi. Adanya isu memecah belah antar umat beragama maupun interen agama masing-masing hendaknya terus diwaspadai, karena tidak mustahil memang sengaja dihembuskan oleh oknum atau kelompok yang ingin mengacaukan suasana ketentraman yang telah berhasil dicapai demi kepentingan politik mereka sendiri.
b) Semangat nasionalisme
Semangat nasionalisme merupakan suatu tindakan dimana masyarakat sangat menjunjung tingggi nilai semangat Bhineka Tunggal Ika dalam menghadapi berbagai penghalang dari luar yang dapat menyebabkan pudarnya nilai toleransi dan gotong royong dalam berbagai kalangan suku, agama, ras, dan antar golongan. Untuk dapat tampil sebagai negara maju dan kuat Indonesia harus mewaspadai potensi-potensi konflik tersebut dan mendeteksinya secara cermat untuk kalau mungkin mengubahnya menjadi unsur kesatuan yang memperkokoh negara Indonesia yang merdeka dan demokratisasi
Dalam hal mengantisipasi dia lebih memfokuskan analisisnya pada kles (Clash) peradaban daripada kles ideologi dan ekonomi.
Peradaban yang dimaksud adalah entitas kultural yang unsur-unsurnya berupa bahasa, sejarah agama, adat istiadat, lembaga-lembaga yang menentukan indentitas manusia.
c) Semangat pluralisme
Semangat pluralisme merupakan menyadari bahwa negara indonesia terdiri dari berbagai macam suku. Bangsa kita telah menjadi bangsa yang besar dan bisa membangun karena telah berhasil menyatukan berbagai perbedaan suku, agama maupun ras dalam satu kesatuan yang utuh. Jangan rusak ini karena kepentingan-kepentingan yang sempit atau satu golongan kecil. Perbedaan-perbedaan yang ada dalam bangsa Indonesia baik itu perbedaan etnik, agama, ras, perbedaan derajat maupun kondisi ekonomi, telah berhasil disatukan pemerintah selama ini sebagai kekuatan untuk membangun bangsa dan negara seperti sekarang ini.
d) Semangat humanisme
Semangat humanisme merupakan suatu semangat dimana masyarakat satu dengan masyarakat yang lainnya memikirkan jalan keluar masalah yang terjadi dalam hubungan antar manusia atau golongan, agar tidak ada terjadi konflik yang terus-menerus dan menuju Indonesia raya yang merdeka.
e) Dialog antar umat beragama. : adanya pertemuan antar pemuka agama yang ada di masyarakat, untuk menyelesaikan suatu masalah yang terjadi di dalam masyarakat yang berbeda agama.
f) Membangun suatu pola komunikasi untuk interaksi , maupun konfigurasi hubungan antar agama, media masa, dan harmonisasi dunia.
Keterbukaan, kedewasaan sikap, pemikiran global yang bersifat inklusif serta kesadaraan kebersamaan dalam mengarungi sejarah, merupakan modal yang sangat menentukan bagi terwujudnya sebuah bangsa yang bhineka tunggal ika. Menyatu dalam keragaman , dan beragam dalam kesatuan. Segala bentuk kesenjangan didekatkan, segala keaneka ragaman dipandang sebagai kekayaan bangsa, milik bersama. Sikap inilah yang perlu dikembangkan dalam pola pikir masyarakat majemuk yang keanekaragaman SARA untuk menuju Indonesia Raya merdeka.
Pengusaha RRC menyatakan sangat mengerti adanya masalah SARA yang muncul seiring dengan perkembangan dalam perekonomian Indonesia. Sebab itu, untuk sedikit meredam permasalahan, pengusaha RRC ( Republik Rakyat Cina ) akan bersedia melakukan kerja sama bisnis dengan pengusaha pribumi Indonesia, bukan hanya dengan nonpribumi.
Aburizal mengatakan agar pengusaha RRC jangan hanya melakukan usaha patungan dengan pengusaha nonprbumii tetapi juga dengan pengusaha pribumi
Minta kepada masyarakat untuk menghindarkan timbulnya berbagai bentuk wawasan yang cenderung mengotak-ngotakan masyarakat ke dalam suatu pandangan yang sempit atas dasar asal usul keturunan, suku, agama, profesi dan lain sebagainya.
Adanya isu memecah belah antar umat beragama maupun interen agama masing-masing hendaknya terus diwaspadai, karena tidak mustahil memang sengaja dihembuskan oleh oknum atau kelompok yang ingin mengacaukan suasana ketentraman yang telah berhasil dicapai demi kepentingan politik mereka sendiri.
Referensi :
Parsudi Suparlan. 2004. Hubungan Antar Suku Bangsa. (bag.1 sub bab 10) YPKIK. Jakarta .
Ignas, Kleden. 2001. Menulis Politik Indonesia Sebagai Utopia. (subbab 8 dan 19). Kompas. Jakarta .
Setiadi , Elly, M, Dra. Dkk. 2005. Ilmu Sosial dan Budaya Dasar. (sub bab 6) Kencana.. Jakarta .
http: //insearching.tripod.com/pusat.html
www.kaskus.us/showthread.php
`
Tidak ada komentar:
Posting Komentar