Selasa, 18 Januari 2011

STRUKTUR KEPARTAIAN SEBAGAI PERWUJUDAN STRUKTUR SOSIAL MASYARAKAT INDONESIA



Perbedaan-perbedaan suku bangsa , agama , regional, dan pelapisan sosial tersebut secara amalitia memang dapat dibicarakan sendiri sendiri, akan tetapi di dalam kenyataan semuanya jalin-menjalion menjadi suatu bulatan yang kompleks, serta menjadi dasar bagi terjadinya pengelompokan masyarakat indonesia.
Jalinan tersebut telah menhasilkan terjadinya berb agai-bagai kelompok semu, yang didalam konteks pengertian populer dpat kita sebut sebagai golongan yang akan menjadi sumber dari mana anggota-anggota kelompok kepentingan  terutama direkrut. Pengelompkan masyarakat secara sederhana berdasarakan susku-bangsa  membedakan jawa dan luar jawa, pengelompokan berdasarkann agama yaitub golongan islam santri , islam non santri , dan kristen, golongan di jawa membedakan priyayi dan wong cilik, yang menurut Edward Shills dapat disederhanakan menjadi kota dan desa.
Pengelompokan semacam itu membawa akibat bagi masyarakat indonesia : di dalam hubungan-hubungan politik , ekonomi , hukum , kekeluargaan , dan sebagainya. Akan tetapi pada abad ke 20 kelompok semu tersebut sudah berbah menjadi kelompok kepentingan, salah satu kelompok kepentingan yang sangat khusus sifatnya adalah partai politik. Pada awal pertumbuhan di indonesia kelompok semacam itu lebih kepada bersifat sosial kulturalk daripada politis, tapi di kemudian hari mengubah bentuknya menjadi organisasi yang bersifat politis yakni di dalam bentuknya sebagai partai politik.
Pertama kali partai Masyumi, yang menurut hasil pemilihan umum tahun 1955 merupakan partai paling besar sesudah PNI , dan parttai nahdhatul ulama yang ke tiga. Pertumbuhan partai tersebut melalui proses pengkristalan yang cukup panjang., saya akan jelaskan secara singkat , nahdhul ulama dan muhammadiyah tegabung dalam masyumi namu karen aterjaadi perbedaan ideologi internal , yaitu kebanyakan anggota muhammadiyah adalah pendukung gerakan modernisme Islam yang seringkali dihubugkan dengan ajaran-ajaran Muhammad Abduh dari universitas Al-azhar. Sebaliknya anggota NU tidak mendukung adanya gerakan modernisme islam yang dilancarakan oleh muhammadiyah, sebagian besar anggotanya berasal dari jawa tengah dan jawa timur , yang menganut kepercayaan kejawen.yang telah hidup sejak jauh sebelum masuknya agama hindu di pualu jawa. Dan konflik antara mereka terpaksa di ambil keb ijakan dengan keluarnya NU dari partai Masyumi pada tanggal 30 agustus 1952 dnegna PSII , PERTI , dan organisasi islam yang berpusat di pare-pare (sulawesi) mendirikan Liga muslim Indonesia.
Partai lain yang juga besar yang menempati posisi sangat penting di dalam `kehidupan politik di Indonesia pada masa-masa silam  adalah PNI. PNI sebagai partai yang sanagt kuat karena di dukung oleh elit-elit birokrat, dan perumusan PNI marhaenisme , dan pengangkatan Soekarno senbagai bapak marhaenisme, dan juga yang lain adalah partai yang menjunjung tinggi nilai islam, karen amreke adalah golongan islam nominal yang sangat hormat kepada pimpinan birokrasi. Kekalhan p[ada 1971 men unjukan bahwa PNI memang berada di tangan golonga elit.
Selain itu juga ada PKI , yakni partai terbesar nomor 4, PKI memperoleh dukungan yang sangat kuat terutama dari golongan islam non santri di daerah jawaa tengan dan jawa timur, sebuah partai yang lebih kecil dilihat dari sudt massa nya , sebelum dibubarkan pada tahun 1960nadalah PSI (Partai Sosialis Indonesia) yang memperoleh dukungan dari elit berpendidikan. Regional pendukung di daerah jawa tengah , NTT , serta daerah luiar jawa pada umumnya.
Semantara itu dua pertai lain yang mendapat dukunagn juga yaitu Partai katholik Indonesia dan Partai Kristen Indonesia (Parkindo), hanya mampun memperoleh dukunga di masyarakat yang belum memperoleh pengaruh agam di Indonesia
Melihat struktur politik yang demikian , kita menjadi lebih mengerti betapa konflik –konflik antara partai adalah merupakan konflik kelompok sosial kultural berdasarkan perbedaan suku-bangsa, agama , daerah , dan stratifikasi sosial. Pola kepartaioan semacam itu sudah mengalami perubahan sesudah dib ubarkannya Masyumi ,PSI, dan PKI, serta bterjadinya fusi-fusi partai politik itu sendiri. Yang sebagaimana kita ketahui terutama terjadi atas prakarsa pemerintah , justru akan sangat tergantung pada seberapoa jauh perubahan-perubahan sosial kultural yang mendasari pola kepartaian dim Indonesia itu akan terjadi di masa-masa yang akan datang.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar