BAB I
A. Latar Belakang
Dalam setiap langkah kehidupan kita dari masa ke masa , kita membutuhkan birokrasi, yang berkaitan dengan pelayanan umum, terlebih jika seseorang tersebut berada dalam suatu lingkungan bernegara dan melakukan interaksi social didalamnya. Lebih jelasnya dapat kita gambarkan dengan iluistrasi berikut :
o Sewaktu masih di kandungan kita sudah diperiksa ke Puskesmas yang tentunya memperoleh subsidi dari pemerintah.
o Ketika lahir kita di rawat di rumah sakit ( swasta atau pemerintah) yhang dokternya di didik atas biaya pemerintrah.
o Masuk sekolah juga milik pemerintah , SD, SMP , SMA , hingga Perguruan Tinggi.
o Saat beranjak dewasa, kita butuh KTP yang dikeluarkan oleh pemerintah.
o Kita memerlukan jasa pelayanan air (PAM),listrik (PLN), perumahan (KPR-Btn), dan telepon.
o Untuk usaha dagang kita mesti membayar pajak pada Negara.
o Setelah meninggalpun keluarga juga harus mengurus surat kematian dari Kades atau Lurah untuk memperoleh kapling di TPU (Tempat Pemakaman Umum).
Demikian rangkaian ilustrasi pelayanan yang pasti kita dapatkan dan harus kita lakukan dalam kehidupan bernegara, yang menyangkut bidang pendidikan , kesehatan, transportasi , perumahan, kesejahteraan social, gizi, listrik , kebutuhan pangan pokok , dan masih banyak lagi. Begitu luas ruang lingkup jasa pelayanan publik yang diselenggarakan pemerintah sehingga semua orang mau tidak mau menerima bahwa birokrasi pelayanan umum itu absah adanya.
Dewasa ini mesyarakat begitu peka dengan istilah birokrasi. Hampir semua lapisan social mengenal sebutan birokrasi , terutama di kalangan terdidik. Seringkali yang terpikir dalam benak mereka ketika mendengar perkataan birokrasi , seringkali salah persepsi. Hal yang tergambar dibenak orang jika membicarakan birokrasi ialah urusan-urusan menjengkelkan berkenaan dengan mengisi formulir-formulir , proses perolehan izin yang melalui banyak kantor secara berantai , aturan-aturan ketat yang mengharuskan seseorang melewati banyak sekat-sekat formalitas dan sebagainya. Harus diakui bahwa citra birokrasi memang lah sudah sangat tercoreng di kalangan masayarakat.
Birokrasi sesungguhnya ialah sesungguhnya sebagai sarana bagi pemerintah yang berkuasa untuk melaksanakan pelayan public seseuai dengan aspirasi masyarakat. Birokrasi awal mula dibentuk supaya keputusan-keputusan pemerintah dapat dilaksanakan dengan sistematis melalui aparat-aparat Negara
Aparatur Negara merupakan kepanjangan tangan pemerintah memilki posisi penting dalam kaitanya dengan masalah-masalah kemasyarakatan. Kebijakan-kebijakan yang diambil olehnya akan berdampak luas manakala keputusan itu bertalian dengan hajat hidup masyarakat luas. Tugas mereka tidak bisa disebut mudah, sebagaimana banyak ungkapan bahwa setiap orang yang menerima suatu pekerjaan harus bersedia menerima tanggung jawab yang mneyertainya dan mau menanggung konsekuensi atas setiap kegagalan yang mungin terjadi , pejabat Negara pun harus memikul tanggung jawab seperti itu .
Dalam makalah kali ini penulis akan membahas mengenai upaya peningkatan kualitas pelayan public dengan landasan makro dan mikro atau secara lebih umum/ lebih luas dan secara lebih spesifik ( langsung ke bentuk kinerja) , dan keduanya harus dijalankan secara bersama-sama serta berkesinambungan. Karena pada dasaranya Pelayanan public menjadi hal pokok dalam menentukan kepuasan kinerja aparatur Negara yang ada di bangsa ini. Oleh karena itu penulis tertarik untuk membahas mengenai peningkatan pelayanan pemerintah dalam upaya mewujudkan good governance dalam makalah ini, dengan judul : “Peningkatan Kualitas Pelayanan Publik dengan Landasan Makro dan Mikro”
Lihat : Kumorotomo ,wahyudi.1992. Etika Adm Negara. Jakarta . Pt Raja Grafindo Persada
Widjaja, A W. 2004. Etika Adm Negara. Jakarta. Pt Bumi Aksara
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan berbagai deskripsi fakta , data , dan kenyataan diatas, maka masalah penulisan makalah ini dapat dirumuskan dalam pertanyaan penulisan sebgai berikut :
Bagaimana dampak pengaruh peningkatan kualitas pelayan public dengan landasan makro dan mikro?
C. Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan ini adalah untuk mendeskripsikan penerapan peningkatan kualitas pelayan public dengan landasan makro dan mikro
D. Batasan Masalah
Dalam penulisan ini menitikberatkan pada pendeskripsian dan pengaruh peningkatan kualitas pelayan public dengan landasan makro dan mikro dalam suatu instansi pemerintahan untuk mewujudkan Good Governance.
BAB II
A. Pembahasan
Adapan yang dimaksud dengan Makro merupakan suatu bentuk yang menyeluruh secara umum yang dapat dilakukan guna meningkatkan kualitas, sedangkan mikro merupakan upaya langsung secara spesifik , dan menjelaskan mengenai langkah nyata yang harus dilakukan.
Adapun landasan makro yang dimaksud terdiri dari :
1. mengubah pola pikir, budaya, dan nilai-nilai kerja para PNS agar mereka bertransformasi menjadi PNS sebagai pelayan masyarakat (public service).
2. harus memastikan keberlangsungan berjalannya sistem berjalan dengan baik, sehingga terjadi perubahan positif menuju perbaikan kualitas pelayanan publik secara terus-menerus. ).
Landasan mikro yang dimaksud adalah terdiri dari :
1) Penetapan standar pelayanan.
2) Pelaksanaan survei pelayanan publik.
3) Pembuatan indeks pelayanan publik.
4) Pengembangan sistem manajemen pengaduan.
Untuk lebih jelasnya mengenai pembahasan diatas , maka penulis akan membahas lebih mendalam secara satu persatu :
1. Landasan Makro
Sebagaimana dikatakan diatas salah satu upaya dalam landasan makro yaitu ; mengubah pola pikir, budaya, dan nilai-nilai kerja para PNS agar mereka bertransformasi menjadi PNS sebagai pelayan masyarakat (public service). Terdapat beberapa point dalam hal ini yaitu pola pikir, dan budaya organisasi. Mengubah pola pikir masyarakat tentunya tidak mudah yang diharapkan yang diharapkan terjadi pada aparat administrasi ialaha seseorang memiliki komitmen terhadap tujuan-tujuan pembangunan , baik dalam perumusan kebijakan maupun dalam pelaksanaanya secara efektif dan efisien. Dia harus berorientasi pada kegiatan (bukan hanya terpaku pada aturan-aturan legalistic), mampu memecahkan masalah-masalah kemasyarakatan, serta mampu merumuskan kebijakan-kebijakan tertentu kearah kemajuan. Singkatnya dia harus mampu menjadi agen-agen perubahan. Sayangnya tidak semua administrator yang menyadari bahwa mereka sedang mengemban tugas berat yang harus selalu dipertanggungjawabkan kepada rakyat. Dalam banyak kasus mereka selalu mempergunakan hak-hak yang melekat dalam jabatanya , dan lebih buruk lagi mereka tidak melibatkan pertimbangan-pertimbangan rasional.
Budaya organisasi merupakan suatu kekuatan social yang tidal tampak , yang dapat menggerakan orang-orang dalam suatu organisasi untuk melakukan kegiatan kerja. Secara tidak sadar tiap-tiap orang di dalam suatu organisasi mempelajari budaya yang berlaku di dalam organisasinya. Sebagai contoh , bila terdapat orang baru dlam suatu organisasi pemerintahan , ia berusaha mempelajari apa yang dilarang dan apa yang diwajibkan , apa yang baik dan apa yang buruk, apa yang benar dan apa yang slah , apa yang harus dilakuakn , dan apa yang tidak boleh dilakuakan dalam organisasi tempat ia baru bekerja, dengan tujuan agar ia dapat doterima oleh llingkungan tempat ia bekerja. Bahkan lebih jelasnya di dalam teori organisasi Neo Klasik , Elton Mayo menyatakan penerimaan kelompok sangat mempengaruhi produktivitas kinerja seseorang, jadi semakin baik penerimaan yang didapat , maka akan semakin baik pula produktivitas yang dihasilkan , begitu juga sebaliknya.
Hal yang diharapkan terjadi dalam budaya organisasi dalam ruang lingkup organisasi public yaitu budaya organisasi yang mampu mempersatukan organisasi itu dengan memberikan standar-standar yang tepat untuk apa yang harus dikatakan dan dilakukan oleh para karyawan (Gordon, 1991). Budaya organisasi yang kohesi atau efektif tercermin pada kepercayaan, keterbukan komunikasi , kepemimpinan yang dapat masukan , dan didukung oleh bawahan , pemecahan masalah oleh kelompok, kemnadirian kerja , dan pertukaran informasi (Anderson dan Kryprianou, 1994 ). Menurut Miller (1984) ada beberapa 8 butir nilai primer yang seharusnya ada pada tiap-tiap perusahaan yang jika dikelola dengan baik dapat menjadi budaya organisasi yang positif, dan akan mengakibatkan efektivitas , inovasi , loyalitas, dan produktivitas.
Lihat : Sutrisno , Eddy.2010. Budaya Organisasi. Jakarta. Prenada Media Group.
Adapun 8 butir nilai tersebut adalah sebagai berikut :
· Asas tujuan : menyediakan produk atau jasa yang berkualitas , bermanfaat bagi konsumen dan sekaligus member inspirasin dan memotivasi karyawan
· Asas keunggulan : usaha menciptakan ketidak puasan yang kreatif dikalangan para anggota organisasi, supaya dapat mencapai keunggulan.
· Asas consensus : kebersamaan cita-cita, memikir dan merasakan yang diyatakan dalam musyawarah untuk mufakat.
· Asas kesatuan : perasaan satu antara karyawan satu dan karyawan lainnya dalam organisasi karena adanya berbagai kesamaan.
· Asas prestasi : memberi penghargaan yang layak atas prestasi karyawan.
· Asas empiri : menggunakan data nyata atau statsitik sebagai dasar pertimbangan dalam pengambilan keputusan.
· Asas keakraban : saling memberikan pikiran , perasaan , dan kebutuhan emosional dan spiritual diantara para anggota organisasi
· Asas integritas : kejujuran , adil , dapat dipercaya , mampu , dan dapat diandalkan.
Nilai-nilai kerja para PNS agar mereka bertransformasi menjadi PNS sebagai pelayan masyarakat (public service). Sebenarnya pemerintah telah melakuakn hal itu , khususnya di tahun 2010 , dikeluarkannya PP No 53 tahun 2010, sekaligus sebagai penyempurna dari PP Nomor 30 Tahun 1980 tentang Peraturan Disiplin Pegawai Negeri Sipil karena dianggap sudah tidak sesuai dengan kebutuhan dan perkembangan keadaan, hal yang paling menarik di dalam PP no 53 2010 ialah penjelasan tentang isi dari Peraturan Pemerintah Nomor 53 tahun 2010 ,definisi disiplin PNS, Pelanggaran disiplin, perbedaan Kewajiban dan larangan ,tingkat dan jenis hukuman disiplin, penjatuhan hukuman disiplin yang dijelaskan mulai dari Pejabat yang menghukum hingga dokumentasi hukuman disiplin. Untuk lebih jelasnya lihat ringkasan PP 53 th 2010 , berikut :
KETENTUAN UMUM
Pasal 1
Dalam Peraturan Pemerintah ini yang dimaksud dengan:
1. Disiplin Pegawai Negeri Sipil adalah kesanggupan Pegawai Negeri Sipil untuk menaati kewajiban dan menghindari larangan yang ditentukan dalam peraturan perundang-undangan dan/atauperaturan kedinasan yang apabila tidak ditaati atau dilanggar dijatuhi hukuman disiplin.
3. Pelanggaran disiplin adalah setiap ucapan, tulisan,atau perbuatan PNS yang tidak menaati kewajibandan/atau melanggar larangan ketentuan disiplin PNS, baik yang dilakukan di dalam maupun di luar jam kerja.
BAB II
KEWAJIBAN DAN LARANGAN
Bagian Kesatu
Kewajiban
Pasal 3
Setiap PNS wajib:
1. mengucapkan sumpah/janji PNS;
2. mengucapkan sumpah/janji jabatan;
3. setia dan taat sepenuhnya kepada Pancasila,Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, Negara Kesatuan Republik Indonesia, dan Pemerintah;
4. menaati segala ketentuan peraturan perundangundangan;
5. melaksanakan tugas kedinasan yang dipercayakan kepada PNS dengan penuh pengabdian, kesadaran, dan tanggung jawab;
6. menjunjung tinggi kehormatan negara, Pemerintah, dan martabat PNS;
7. mengutamakan kepentingan negara daripada kepentingan sendiri, seseorang, dan/atau golongan;
8. memegang rahasia jabatan yang menurut sifatnya atau menurut perintah harus dirahasiakan;
9. bekerja dengan jujur, tertib, cermat, dan bersemangat untuk kepentingan negara;
10. melaporkan dengan segera kepada atasannya apabila mengetahui ada hal yang dapat membahayakan atau merugikan negara atau Pemerintah terutama di bidang keamanan, keuangan, dan materiil;
11. masuk kerja dan menaati ketentuan jam kerja;
12. mencapai sasaran kerja pegawai yang ditetapkan;
13. menggunakan dan memelihara barang-barang milik negara dengan sebaik-baiknya;
14. memberikan pelayanan sebaik-baiknya kepada masyarakat;
15. membimbing bawahan dalam melaksanakan tugas;
16. memberikan kesempatan kepada bawahan untuk mengembangkan karier; dan
17. menaati peraturan kedinasan yang ditetapkan oleh pejabat yang berwenang.
Larangan
Pasal 4
Setiap PNS dilarang:
1. menyalahgunakan wewenang;
2. menjadi perantara untuk mendapatkan keuntungan pribadi dan/atau orang lain dengan menggunakan kewenangan orang lain;
3. tanpa izin Pemerintah menjadi pegawai atau bekerja untuk negara lain dan/atau lembaga atau organisasi internasional;
4. bekerja pada perusahaan asing, konsultan asing, atau lembaga swadaya masyarakat asing;
5. memiliki, menjual, membeli, menggadaikan, menyewakan, atau meminjamkan barang-barang baik bergerak atau tidak bergerak, dokumen atau surat berharga milik negara secara tidak sah;
6. melakukan kegiatan bersama dengan atasan, teman sejawat, bawahan, atau orang lain di dalam maupun di luar lingkungan kerjanya dengan tujuan untuk keuntungan pribadi, golongan, atau pihak lain, yang secara langsung atau tidak langsung merugikan negara;
7. memberi atau menyanggupi akan memberi sesuatu kepada siapapun baik secara langsung atau tidak langsung dan dengan dalih apapun untuk diangkat dalam jabatan;
8. menerima hadiah atau suatu pemberian apa saja dari siapapun juga yang berhubungan dengan jabatan dan/atau pekerjaannya;
9. bertindak sewenang-wenang terhadap bawahannya;
10. suatu tindakan atau tidak melakukan suatu tindakan yang dapat menghalangi atau
mempersulit salah satu pihak yang dilayani sehingga mengakibatkan kerugian bagi yang dilayani;
11. menghalangi berjalannya tugas kedinasan;
12. memberikan dukungan kepada calon Presiden/Wakil Presiden, Dewan Perwakilan Rakyat, Dewan Perwakilan Daerah, atau Dewan Perwakilan Rakyat Daerah dengan cara:
a. ikut serta sebagai pelaksana kampanye;
b. menjadi peserta kampanye dengan menggunakan atribut partai atau atribut PNS;
c. sebagai peserta kampanye dengan mengerahkan PNS lain; dan/atau
d. sebagai peserta kampanye dengan menggunakan fasilitas negara;
13. memberikan dukungan kepada calon Presiden/Wakil Presiden dengan cara:
a. membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon selama masa kampanye;
dan/atau
b. mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap pasangan calon yang menjadi peserta pemilu sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye meliputi pertemuan, ajakan, himbauan, seruan, atau pemberian barang kepada PNS dalam lingkungan unit kerjanya, anggota keluarga, dan masyarakat;
14. memberikan dukungan kepada calon anggota Dewan Perwakilan Daerah atau calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah dengan cara memberikan surat dukungan disertai foto kopi Kartu Tanda Penduduk atau Surat Keterangan Tanda Penduduk sesuai peraturan perundangundangan; dan
15. memberikan dukungan kepada calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah, dengan cara:
a. terlibat dalam kegiatan kampanye untuk mendukung calon Kepala Daerah/Wakil Kepala Daerah;
b. menggunakan fasilitas yang terkait dengan jabatan dalam kegiatan kampanye;
c. membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon selama masa kampanye; dan/atau
d. mengadakan kegiatan yang mengarah kepada keberpihakan terhadap pasangan calon yang menjadi peserta pemilu sebelum, selama, dan sesudah masa kampanye meliputi pertemuan, ajakan, himbauan, seruan, atau pemberian barang kepada PNS dalam lingkungan unit kerjanya, anggota keluarga, dan masyarakat.
Lihat : PP No 53 Thn 2010
BAB III
HUKUMAN DISIPLIN
Bagian Kesatu
Umum
Pasal 5
PNS yang tidak menaati ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 3 dan/atau Pasal 4 dijatuhi hukuman disiplin.
Pasal 6
Dengan tidak mengesampingkan ketentuan dalam peraturan perundang-undangan pidana, PNS yang melakukan pelangggaran disiplin dijatuhi hukuman disiplin.
Bagian Kedua
Tingkat dan Jenis Hukuman Disiplin
Pasal 7
(1) Tingkat hukuman disiplin terdiri dari:
a. hukuman disiplin ringan;
b. hukuman disiplin sedang; dan
c. hukuman disiplin berat.
(2) Jenis hukuman disiplin ringan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf a terdiri dari:
a. teguran lisan;
b. teguran tertulis; dan
c. pernyataan tidak puas secara tertulis.
(3) Jenis hukuman disiplin sedang sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf b terdiri dari:
a. penundaan kenaikan gaji berkala selama 1 (satu) tahun;
b. penundaan kenaikan pangkat selama 1 (satu) tahun; dan
c. penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 1 (satu) tahun.
(4) Jenis hukuman disiplin berat sebagaimana dimaksud pada ayat (1) huruf c terdiri dari:
a. penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama 3 (tiga) tahun;
b. pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat lebih rendah;
c. pembebasan dari jabatan;
d. pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai PNS; dan
e. pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS.
Dengan adanya PP no 53 tahun 2010 ini diharapkan aparatur Negara (PNS) dapat mematuhi , dan semoga tidak menjadi isapan jempol belaka bagi pegawai negeri di negeri ini . Dalam Harian umum Haluan Kepri, Senin 13 December 2010, dengan tema permasalahan pns yang begitu diangkat langsung menggadaikan SK pegawai meraka ke Bank guna memperoleh pinjaman , maka Gamawan Fauzi menyatakan bahwa "Jika baru saja diangkat sebagai PNS, seharusnya lebih mengutamakan pengabdian dan menjunjung tinggi kinerja bukan langsung menggadaikan SK-nya," ujarnya. Dia berharap dengan keluarnya PP Nomor 53 Tahun 2010, tentang peraturan disiplin PNS, para PNS dan CPNS bisa menjalankannya dengan baik. PP ini baru saja ditetapkan, dan segera disosialisasikan ke seluruh Indonesia.
2. Landasan Mikro
Landasan Mikro merupakan
1) Penetapan standar pelayanan.
Agar proses pelayanan dapat berjalan secara konsisten sehingga dapat menghasilkan pelayanan yang memenuhi standar-standar yang telah ditetapkan , perlu didalamnya tercakup pengembangan Standard Operating Procedures (SOP), SOP merupakan proses standar pengolahan layanan secara internal menjadi pedoman/panduan bagi setiap pegawai yang terlibat dalam pelaksanaan proses pelayanan tahap demi tahap . didalamnya tidak hanya memuat proses pengolahan pelayanan tetapi juga melibatkan kewenangan p[engambilann keputusan yang diberikan setiap individual sesuai dengan perannya masing-masing . selain itu , SOP juga memuat prosedur penagngan berbagai kemungkinan terjadinya sesuatyu hal diluar perkiraan ungtuk menghidnari terhentinya proses pelayanan . SOP ini lebih spesifiknya dirumuskan antara lain untuk :
a) Menjamin proses belangsung sebagaimana telah ditentukan dan dijadwalkan . oleh karena itu, waktu yang telah ditetapkan untuk penyelesaian satu aktivitas dalam rangka prosespelayanan dapat ditepati.
b) Memudahkan penulusuran penyimpangan.
c) Dapat dengan capat dilakukan perbaikan-perbaikan.
d) Menjamin tersedianya data untuk penyempurnaan proses
e) Meningkatkan efisiensi dan efektivitas pelaksanaan pelayanan .
Sumber : http://manbanjarnegara2.wordpress.com/2010/04/21/standard-operating-procedure-sop/
Demikian penjelasan mengenai SOP , selain itu terdapat juga pelanjutan (penyempurnaan) Standar Pelayanan Minimum (SPM) yang telah dilaksanakan oleh Depdagri. Standar Pelayanan Minimal adalah ketentuan tentang jenis dan mutu pelayanan dasar yang merupakan urusan wajib daerah yang berhak diperoleh setiap warga secara minimal. keberadaan SPM sangat mendukung kerja-kerja pengawasan yang dilakukan Mendagri terhadap pelaksanaan SPM di daerah secara umum terkait pelayanan publik.
Sementara itu upaya saat ini yang dilakukan Mendagri terkait dengan peningkatan SPM, Gamawan Fauzi mengatakan ,”Sesuai PP Nomor 38 Tahun 2007 tentang Pembagian Urusan Pemerintahan antara Pemerintah Pusat, Provinsi, dan Kabupaten/Kota pada dasarnya telah terdapat garis batas kewenangan yang jelas antar tingkatan pemerintahan. Dan, dalam hal pembagian urusan pemerintahan tersebut sudah menjadi kewajiban masing-masing kementerian/lembaga untuk merumuskan dan membina pelaksanaan SPM serta norma, standar, prosedur dan kriteria (NSPK) yang dilaksanakan pemerintah daerah (pemda). Sementara, sesuai amanah PP Nomor 65 Tahun 2005 tentang SPM, Mendagri melaksanakan pengawasan umum atas pelaksanaan SPM di daerah. Dalam penyusunan SPM ke depan diharapkan tidak hanya terpusat pada aspek pengelolaan dan pelaporan keuangan atau akuntabilitas keuangan (financial accountability) namun juga mampu mengatur persoalan akuntabilitas kinerja pemda. Dan juga beliau menambahkan menambahkan “pengawasan peraturan daerah (perda) juga sangat mendesak untuk dilakukan. Depdagri telah menargetkan akan melakukan harmonisasi terhadap 12 ribu perda hingga akhir 2011. Pencapaian target itu tentu membutuhkan pengawasan yang efektif. "Pengawasan perda juga sangat mendesak untuk dilakukan karena target harmonisasi 12 ribu perda sampai akhir 2011 menunjukkan pentingnya pengawasan," ujarnya.
Contoh SPM :
Sumber : http://triandyn.wordpress.com/2010/05/22/format-standar-pelayanan-minimal/
2) Pelaksanaan survei pelayanan publik. Untuk survei ini, maka dia dapat dilakukan oleh Kementrian Negara Pendayagunaan Aparatur Negara.
Berikut contoh survey yang dilakukan oleh Kementerian Pendayagunaan aparatur Negara , dalam memantau kemudahan berwirausaha (doing Business) di masing-masing daerah di Negara Indonesia :
Kinerja 3 bidang doing business 14 kota di Indonesia
No | Kota | Kemudahan mendirikan usaha | Kemudahan pengurusan perijinan untuk mendirikan bangunan | Kemudahan pendaftaran properti |
1 | Balikpapan | 8 | 8 | 14 |
2 | Banda Aceh | 6 | 10 | 8 |
3 | Bandung | 5 | 3 | 1 |
4 | Denpasar | 10 | 11 | 8 |
5 | Jakarta | 7 | 13 | 2 |
6 | Makassar | 9 | 2 | 10 |
7 | Manado | 14 | 12 | 3 |
8 | Palangkaraya | 3 | 3 | 5 |
9 | Palembang | 4 | 6 | 6 |
10 | Pekanbaru | 11 | 7 | 4 |
11 | Semarang | 13 | 5 | 11 |
12 | Surabaya | 11 | 14 | 6 |
13 | Surakarta | 2 | 9 | 13 |
14 | Yogyakarta | 1 | 1 | 12 |
Sumber : : http://www.menpan.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=190&Itemid=2
Hasil survei itu menyebutkan bahwa Yogyakarta dan Bandung menduduki peringkat teratas dalam 3 bidang yang diukur. Yogyakarta menempati peringkat 1 untuk kemudahan mendirikan usaha, dan kemudahan pengurusan perijinan mendirikan usaha, sedangkan Bandung berada di peringkat 1 untuk kemudahan pendaftaran properti.
Sementara dikatakan Deputi Menpan Bidang Pengawasan,, Gunawan Hadisusilo dalam Seminar Sosialisasi Indeks Persepsi Korupsi (IPK) Indonesia 2008 di Hotel Arya Duta Pekanbaru, 23 Februari 2009. Menyatakan bahwa, “Salah satu indikator yang bisa mempengaruhi peningkatan Indeks Persepsi Korupsi (IPK) adalah pelayanan publik yang baik. IPK juga merupakan potret yang diharapkan bisa memotivasi perbaikan di segala bidang”.
Untuk itu, Gunawan mengajak seluruh daerah, terutama yang IPK-nya rendah, untuk memperbaiki pelayanan publiknya, sehingga IPK bisa terdongkrak. “Prioritas pelayanan adalah administasi kependudukan, seperti membuat KTP, akte kelahiran, catatan sipil, pelayanan perijinan, dan sebagainya,” ujarnya. Seperti dikemukakan Ketua Transparency International Indonesia (TII), Todung Mulya Lubis, “hasil Survei IPK Indonesia 2008 dan Indeks Suap, Pekanbaru mendapat skor IPK 3,55, berada di ranking kelima terburuk. Adapun skor terendah ditempati Kupang, dengan skor IPK 2,97 disusul Tegal, Manokwari, Kendari, dan Purwokerto”. Ditambahkan, IPK yang rendah mengindikasikan bahwa praktek korupsi masih lazim dilakukan, terutama dalam konteks suap untuk mempercepat proses birokrasi, kecurangan di pemerintahan dan konflik kepentingan dalam tender pengadaan barang dan jasa publik.
Sumber: http://www.menpan.go.id/index.php?option=com_content&task=view&id=90&Itemid=2
3) Pembuatan indeks pelayanan publik. Untuk indeks ini, dia dapat berasal dari penerapan SPM di bidang lingkungan hidup, kesehatan, sosial, dan pemerintahan kabupaten/kota), penyusunan anggaran Pemda, dan bidang pendidikan. Misalkan yang pengukuran indeks pelayanan Ditjen Lembaga Pemasyarakatan masih tergolong rendah di Departemen Hukum dan HAM. Menanggapi segi administrasi, responden menganggap informasi terkait prosedur pelaksanaan sangat rendah di lembaga pemasyarakatan. "Hanya 62 persen yang menjelaskan bahwa prosedur itu jelas. Menurut Jasin selaku Wakil Ketua KPK, menyatakan bahwa “angka ini menduduki peringkat tiga terbawah diantara empat layanan lainnya. Pelayanan publik pada Lembaga Pemasyarakatan antara lain layanan pengajuan bebas bersyarat, cuti menjelang bebas, dan cuti bersyarat. Hasil survei itu menunjukkan adanya sistem pelayanan yang perlu diperbaiki. "Kita benahi bersama-sama dari dalam”, kata dia. KPK kata Jasin, akan melakukan koordinasi, supervisi dan monitoring. "Bentuknya bisa jadi inspeksi mendadak dan tangkap tangan," kata dia. Tapi, kata dia, pilihan itu adalah yang terakhir. "Kita fokus pada pencegahan," jelas Jasin.
Sumber:
http://korupsi.vivanews.com/news/read/47456indeks_pelayanan_ditjen_lapas_terendah
4) Pengembangan sistem manajemen pengaduan.
Dari sisi mikro, pengaduan masyarakat merupakan mekanisme yang dapat ditempuh oleh pelanggan untuk menyatakan ketidakpuasanya terhadap pelayanan yang diterima atau satu sumber informasi bagi upaya-upaya pihak penyelenggara pelayanan publik (PNS) untuk secara konsisten menjaga pelayanan yang dihasilkannya agar sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Dengan demikian penyelenggara pelayanan mengetahui apa yang diharapkan oleh pelanggan serta dapat bekerja sama dengan mereka dalam mewujudkan pelayanan yang berkualitas
Oleh karena itu, perlu didesain suatu sistem pengelolaan pengaduan yang secara cepat, efektif dan efisien dalam mengolah berbagai pengaduan masyarakat, sehingga pengaduan masyarakat tsb menjadi bahan masukan bagi perbaikan kualitas pelayanan publik ke depan. Dengan cara :
a) menentukan prioritas keluhan ,
prioritas keluhan dapat dilakukan dengan criteria antara lain ; sejauhmana dampak keluhan terhadap kemungkinan menurunya kepercayaan pelanggan terhadap pelayanan yang dilakuakn oleh unit penyedia pelayanan ; sejauhmana keluhan yang disampaikan disertai dengan data-data yang akurat ; sejauhmana keluhan memberikan dampak terhadap proses manajemen pelayanan ,dan lainya.
b) pengembangan prosedur penerimaan keluhan untuk kasus-kasus khusus
untuk kasusu yang memilkin tindak penyimpangan yang berat seperti : korupsi, Kolusi dan Nepotisme. Dapat ditangaini dengan secara terpisah guna membantu pihak unit penyedia layanan untuk memfokuskan diri pada upaya-upaya memperbaiki kualitas pelayanan atas dasar masukan-masukan dari pelanggan.
c) penentuan pejabat yang bertanggungjawab menangani keluhan.
Dalam hal ini harus ditentukan siapa pejabat yang bertanggungjawab untuk menguraikan peran yang dijalankan dalam menangani keluhan yang masuk pafda setiapn tahapan. Untuk keluhan sederhada dapat dilakuakn dengan pejabat-pejabat biasa, sedangan untuk keluhan berat dapat dilakuakn oleh pejabat senior yang lebih berpengalaman.
d) penghembangan pemecahan masalah keluhan .
Pegawai yang melakukan kontak langsung dengan masyaraklat harus dapat memcahkan/mencari jalan keluar yang sifatnya sederhana. Namun jika keluhan sifatnya lebih sulit maka dapat menyerahkan kepada pegawai yang telah dibekali berbagai alternative penyelesaian. Proses umum yang dilakukan antara lain :
a) Identifikasi masalah yang muncul
b) Identifikasi penyebab , baik yang berasal dari faktor manusia atau sarana pelayanan
c) Perkiraan kemungkinan terjadi keluhan yang sejenis.
d) Mengajukan strategi untuk mencegah atau memperkecil kemungkinan terjadinya keluhan yang sejenis.
e) Menyertakan keuntungan dan kerugian jika dilakukan perubahan akibat adaya keluhan.
f) Mengajukan rekomendasi bagi perubahan-perubahan dalam rangka meningkatkan kualitas.
Lihat : Suprijadi, Anwar. 2003. Penyusunan Standar Pelayanan. Jakarta. LAN Jakarta. Hal 45-48
BAB III
Kesimpulan
Setelah membahas mengenai peningkatan kualitas pelayanan public dengan landasan makro dan mikro, dapat ditarik kesimpulan bahwa hal yang dapat dilakuakan dalam masing-masing landasan adalah sebagai berikut :
Landasan Makro : 1)mengubah pola pikir,
2)budaya organisasi,
3)nilai-nilai kerja para PNS agar mereka bertransformasi menjadi PNS
sebagai pelayan masyarakat (public service) harus memastikan keberlangsungan berjalannya sistem berjalan dengan baik, sehingga terjadi perubahan positif menuju perbaikan kualitas pelayanan publik secara terus-menerus. ).
Landasan mikro : 1)Penetapan standar pelayanan.
2)Pelaksanaan survei pelayanan publik.
3)Pembuatan indeks pelayanan publik.
4)Pengembangan sistem manajemen pengaduan
Aparat administrasi diharapkan memiliki komitmen terhadap tujuan-tujuan pembangunan ,baik dalam perumusan kebijakan maupun dalam pelaksanaanya secara efektif dan efisien. Dia harus berorientasi pada kegiatan (bukan hanya terpaku pada aturan-aturan legalistic), mampu memecahkan masalah-masalah kemasyarakatan, serta mampu merumuskan kebijakan-kebijakan tertentu kearah kemajuan. Singkatnya dia harus mampu menjadi agen-agen perubahan. Sayangnya tidak semua administrator yang menyadari bahwa mereka sedang mengemban tugas berat yang harus selalu dipertanggungjawabkan kepada rakyat. Dalam banyak kasus mereka selalu mempergunakan hak-hak yang melekat dalam jabatanya , dan lebih buruk lagi mereka tidak melibatkan pertimbangan-pertimbangan rasional. Untuk itu diharapkan melalui pembahasan di atas dapat menjadi pertimbangan tolak ukur bagi peningkatan kualitas pelayanan public saat ini.
Referensi :
Kumorotomo ,wahyudi.1992. Etika Adm Negara. Jakarta . Pt Raja Grafindo Persada
Widhaha, A W. 2004. Etika Adm Negara. Jakarta. Pt Bumi Aksara
Sutrisno , Eddy.2010. Budaya Organisasi. Jakarta. Prenada Media Group.
Suprijadi, Anwar. 2003. Penyusunan Standar Pelayanan. Jakarta. LAN Jakarta. Hal 45-48
http://manbanjarnegara2.wordpress.com/2010/04/21/standard-operating-procedure-sop/
http://triandyn.wordpress.com/2010/05/22/format-standar-pelayanan-minimal/
PP No 53 Thn 2010
Tidak ada komentar:
Posting Komentar